Faisal Basri Prediksi Utang Pemerintah Capai Rp 8,1 Kuadriliun: Sudah Merongrong
Reporter
Syaharani Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 30 September 2021 10:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri memprediksi utang pemerintah akan menyentuh Rp 8,11 kuadriliun di akhir tahun 2022. Melambungnya nilai utang itu dinilai bakal berdampak negatif pada pengalokasian anggaran sosial bagi rakyat yang membutuhkan.
“Jadi yang dikorbankan belanja sosial, yang dikorbankan yang esensial-esensial buat rakyat. Jadi sudah merongrong, sudah mencekik,” kata Faisal kepada Tempo di Menara Imperium, Jakarta Selatan, pada Rabu, 29 September 2021.
Ia pun mengkritisi pernyataan pemerintah yang kerap membandingkan debt to GDP ratio atau rasio utang terhadap PDB Indonesia yang jauh lebih rendah ketimbang negara lain seperti Jepang dan Singapura.
Per Agustus 2021 lalu, rasio utang terhadap PDB di Indonesia mencapai 40,85 persen. Sementara rasio utang terhadap PDB di Jepang dan Singapura masing-masing sebesar 247,6 persen dan 111,11 persen.
Meski begitu, kata Faisal, beban bayar bunga utang Singapura terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN-nya hanya sebesar 0,06 persen. Sebaliknya, beban bayar bunga utang Indonesia terhadap APBN terbilang tinggi yakni mencapai 19 persen, hampir seperlima pengeluaran pemerintah pusat.
“Jadi kalau ngutang, jangan dilihat besar utangnya aja. Tapi (berapa) bayar bunganya udah merongrong atau tidak,” tuturnya.
<!--more-->
Seperti diketahui, hingga Agustus 2021, utang pemerintah mencapai Rp 6.625,43 triliun dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto atau PDB sebesar 40,85 persen. Nilai utang itu naik ketimbang posisi Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun.
“Posisi utang pemerintah pusat mengalami kenaikan sebesar Rp 55,27 triliun apabila dibandingkan posisi utang akhir Juli 2021,” tulis Kementerian Keuangan dalam Laporan APBN Kita September 2021 yang dikutip, Selasa, 28 September 2021.
Dalam laporan itu dijelaskan bahwa kenaikan utang Indonesia terutama karena bertambahnya utang yang diterbitkan berupa Surat Berharga Negara (SBN) domestik sebesar Rp 80,1 triliun. Sementara utang SBN dalam valuta asing berkurang sebesar Rp 15,42 triliun. Begitu juga pinjaman yang turun Rp 9,41 triliun.
Dari total utang Rp 6.625,43 triliun itu, mayoritas sebesar 87,43 persen di antaranya berasal dari SBN senilai Rp 5.702,49 triliun dan pinjaman Rp 833,04 triliun. Dari SBN terbagi menjadi domestik dan valas masing-masing sebesar RP 4.517,71 triliun dan Rp 1.274,68 triliun. Sedangkan total pinjaman sebesar Rp 833,04 triliun itu terdiri dari pinjaman dalam dan luar negeri masing-masing sebesar Rp 12,64 triliun dan Rp 820,4 triliun.
Pemerintah, tulis Kemenkeu, terus menjaga pengelolaan utang dengan hati-hati, terukur dan fleksibel di masa pandemi ini, di antaranya dengan menjaga agar komposisi utang SBN domestik lebih besar daripada utang dalam bentuk valas. Hal ini dengan pertimbangan bahwa pemulihan ekonomi nasional hingga kini masih berlangsung.
Meski tak setuju dengan sikap pemerintah yang terus menambah utang, Faisal Basri menilai Indonesia tidak akan terancam gagal dalam pelunasan kewajibannya. Ia yakin pemerintah akan mengambil tindakan agar utang Indonesia lekas dibayar.
SYAHARANI PUTRI | RR ARIYANI
Baca: Proyek Ibu Kota Negara Berlanjut, Pemerintah Anggarkan Rp 510 M dalam RKP 2022