Pengusaha Desak Pemerintah Terbitkan Perpu Moratorium PKPU dan Kepailitan
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 7 September 2021 13:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo mendesak pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perpu tentang PKPU dan kepailitan. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan pengajuan PKPU kini sudah tidak lagi bermaksud menyehatkan perusahaan, namun menyebabkan korporasi pailit.
“Pengajuan PKPU ini sudah pada taraf berujung kepailitan. Padahal maksud dan tujuan PKPU ini untuk memberikan hak kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk dapat meminta penundaan kewajiban pembayaran utang dalam rangka penyehatan perusahaan,” ujar Hariyadi dalam konferensi pers virtual, Selasa, 7 September 2021.
Hariyadi menjelaskan, selama pandemi Covid-19, banyak perusahaan mengalami tekanan keuangan atau cashflow. Di tengah kesulitan yang dialami, perusahaan kerap mendapatkan masalah tambahan karena diputus pailit akibat tidak bisa membayar utang.
Pada periode 2020-2021, Apindo mencatat ada 1.298 kasus PKPU dan kepailitan. Dipailitkannya perusahaan disebut-sebut menyebabkan jumlah pengangguran meningkat dan upaya pemulihan ekonomi tersendat.
Selain meminta adanya penerbitan perpu moratorium, Apindo mendesak pemerintah segera mengajukan Revisi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Apindo melihat banyak klausul di dalamnya yang tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Misalnya dalam mengukur kemampuan perusahaan beroperasi dan menentukan entitas tersebut insolven atau tidak, perlu dilakukan tes insolvensi. Sedangkan dalam kaitannya dengan PKPU, dia menyebut tidak ada tahap tes insolvensi itu.
Selain itu, Apindo melihat adanya azas yang tidak tepat dalam penempatan perjanjian kedua belah pihak. Semestinya, kata Haryadi, apabila salah satu pihak mengalami kesulitan, ada tahapan-tahapan dan tata-cara yang diatur, misalnya diproses di tingkat pengadilan negeri atau arbitrase.
Namun dengan PKPU, tahapan-tahapan itu dihilangkan. “Kemudian dari dari sisi pengurusnya, kami melihat moral hazard-nya tinggi,” kata dia. Hariyadi mengatakan pihaknya telah menjalin komunikasi dengan pemerintah secara informal. “Kami sudah sampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya.
Baca: Kaharudin Ongko Sudah Dua Kali Mangkir Panggilan Satgas BLBI