Tarif Listrik Tak Naik Sejak 2017, Bos PLN: Kami Hidup dari Subsidi dan Kompensasi
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 1 September 2021 18:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN, Zulkifli Zaini, mengatakan tarif listrik yang tidak naik sejak 1 Januari 2017 menyebabkan perusahaannya mesti hidup hanya dari subsidi dan kompensasi pemerintah.
"Intinya adalah PLN hidupnya dari subsidi, hidupnya sebagian dari kompensasi karena sejak 1 Januari 2017 tarifnya tidak pernah naik," ujar dia dalam rapat bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 1 September 2021.
Akibatnya, kata Zulkifli, seolah-olah setiap rapat bersama DPR, perusahaan selalu meminta subsidi dan kompensasi. "Kenyataannya memang tarif listriknya lebih rendah dari biaya penyediaannya," tuturnya.
Ia mengatakan kompensasi diperlukan lantaran tarif listrik yang tak kunjung naik, padahal biaya produksi terus naik. Misalnya saja harga minyak dan gas yang melambung. Menurut Zulkifli, salah satu keadaan yang membantu saat ini adalah harga batubara yang telah dipatok US$ 70 per ton.
Zulkifli mengaku tak bisa membayangkan kondisi keuangan PLN saat harga batu bara US$ 140 per ton dan harga batu bara DMO tidak dipatok di angka tertentu. "Kami terbantu dengan itu," kata dia.
Dalam kesempatan itu, ia pun menceritakan bahwa arus kas PLN tidak cukup untuk membiayai investasi setiap tahunnya. Karena itu, ia meminta dukungan penyertaan modal negara atau PMN.
<!--more-->
"Karena cashflow PLN tidak cukup untuk biayai investasi Rp 100 triliun setiap tahun. Padahal labanya hanya Rp 5 triliun," ujar Zulkifli.
Di masa lalu, kata Zulkifli, investasi yang harus dikeluarkan PLN setiap tahun adalah sebesar Rp 120 triliun. Angka itu kemudian diturunkan menjadi Rp 100 triliun per tahun. Pada tahun ini, alokasi investasi tersebut kembali diturunkan menjadi Rp 78 triliun.
Dengan meminta PMN sebesar Rp 5 triliun pun, kebutuhan investasi itu masih belum tercukupi. Sehingga, PLN harus merogoh kas sendiri, yang juga tidak cukup mendanai kebutuhan tersebut. Akhirnya, perseroan pun meminjam ke bank.
"Jadi, kalau dilihat kenapa PLN punya pinjaman bank hampir Rp 500 triliun, karena cashflow PLN tidak cukup untuk biayai investasi Rp 100 triliun setiap tahun. Padahal labanya hanya Rp 5 triliun," ujarnya.
Karena itu, ia meminta DPR untuk menyetujui suntikan PMN kepada PLN. "Secara umum saya sampaikan, kami berkomitmen menjaga PMN betul-betul dilaksanakan sesuai rencana. Tapi kami mohon dibantu. Karena tahun 2022 kami minta Rp 10 triliun, dikasih hanya Rp 5 triliun."
Baca: Lo Kheng Hong Cerita Mulai Investasi Saham saat Umur 30: Sangat Telat Sekali