Faisal Basri Ungkap Masalah Pangan: Pemerintah Tak Mau Keluar Ongkos Stabilisasi
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 26 Agustus 2021 12:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengungkapkan pelbagai sengkarut persoalan pangan di dalam negeri. Ia menilai selama ini, untuk menjaga stabilisasi pangan, pemerintah tidak mau mengeluarkan ongkos.
“Persoalannya pemerintah tidak melaksanakan perannya sendiri, tidak mau keluar ongkos untuk stabilisasi harga. Tidak ada satu pun item subsidi stabilisasi harga pangan di APBN,” ujar Faisal dalam webinar PATAKA, Kamis, 26 Agustus 2021.
Pengaturan untuk menjaga keseimbangan harga agar tidak terjadi lonjakan inflasi dilakukan melalui sejumlah cara seperti penetapan harga eceran tertinggi atau HET sampai pembentukan Satgas Pangan. Faisal melihat pada praktiknya, kebijakan yang disusun pemerintah justru membelenggu petani atau masyarakat kelas bawah.
Kebijakan tersebut, kata Faisal, pun tak jarang mengkiriminalisasi petani. Dia mencontohkan adanya razia hingga penangkapan warga di tingkat rumah tangga yang menjual kembali beras dari karung ke kemasan kiloan lantaran dianggap menyalahi aturan.
Menurut Fiasal, alih-alih melarang, pemerintah semestinya mengatur. Pemerintah, kata dia, harus menggunakan kaidah-kaidah yang lebih rasional untuk menjaga keseimbangan.
“Pemerintah ingin harga tidak naik, inflasi tidak melonjak. Tapi bukannya menggunakan kaidah-kaidah yang rasional, karena kalau kaidah rasional ditinggalkan pasar yang akan bereaksi negatif, pemerintah justru menggunakan instrumen kriminalisasi,” kata Faisal.
<!--more-->
Faisal selanjutnya menyoroti peran pemerintah untuk menjaga keberlangsungan usaha Perusahaan Umum Bulog. Selama ini dalam menyerap gabah, Bulog kerap melakukan pengadaan menggunakan pinjaman yang dibebani bunga komersial.
Bulog berada dalam posisi sulit karena sebagai entitas yang turut berperan menjaga pasokan pangan nasional, perusahaan juga harus memutar otak untuk menjalankan bisnis agar tidak merugi.
“Selama ini Bulog hanya di hulu, namun sekarang ingin ke hilir untuk mengimbangi agar tidak rugi. Karena kan kalau rugi dipentung juga sama pemerintah. Jadi apakah Bulog itu lembaga stabilitator? Kalau iya, apa ada ongkos stabilisasi?” kata Faisal.
Di sisi lain, pemerintah pun dianggap tidak konsisten dalam mengatur komoditas. Untuk beras, pemerintah membagi komoditas ini berdasarkan kualitasnya, seperti beras medium dan premium. Sementara untuk gula, pemerintah memberlakukan secara seragam atau tidak terdapat perbedaan level.
Faisal Basri berharap pemerintah memiliki lembaga super-body yang mengatasi persoalan pangan secara tuntas. Adapun Badan Pangan Nasional yang telah terbentuk baru-baru ini dianggap tidak memiliki taring karena terdapat keterbatasan fungsi.
Baca: Eko Patrio ke Sri Mulyani: Vaksin Gratis Aja Masih Tipis, Apalagi yang Bayar