Terkini Bisnis: Satelit SATRIA Terbesar se-Asia, APBN Bukan Penopang Utama
Reporter
Tempo.co
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 18 Agustus 2021 19:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Berita terkini ekonomi dan bisnis sepanjang Rabu siang hingga sore, 18 Agustus 2021 dimulai dengan proyek pembangunan satelit Republik Indonesia atau SATRIA I yang telah mencapai 33 persen. SATRIA akan menjadi salah satu satelit terbesar di dunia.
Kemudian informasi dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan bahwa di 2021, APBN tidak lagi jadi satu-satunya tulang punggung utama. Sebab, komponen penopang lain sudah ikut tumbuh hingga semester pertama dan memperkuat perekonomian.
Selain itu berita tentang apakah diskon Pajak Penjualan Nilai Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) 100 persen untuk pembelian mobil baru 4x2 di bawah 1.500 CC diperpanjang kembali atau tidak. Berikut adalah ringkasan dari ketiga berita tersebut:
1. Terbesar Se-Asia, Satelit SATRIA Milik RI Mulai Beroperasi November 2023
Satelit Republik Indonesia atau SATRIA I akan mulai beroperasi secara komersial pada 17 November 2023. Direktur Utama Pasifik Satelit Nusantara atau PSN dan PT Satelit Nusantara III (SNT) Adi Rahman Adiwoso mengatakan proyek pembangunan satelit tersebut telah mencapai 33 persen.
“Ini akan menjadi satelit terbesar yang dimiliki oleh Indonesia di Asia. Hidupnya lebih dari 15 tahun dan tingginya 6,5 meter. Juga akan jadi salah satu satelit terbesar di dunia,” ujar Adi dalam acara peletakan batu pertama Stasiun Bumi di Cikarang secara virtual, Rabu, 18 Agustus 2021.
Proyek Satelit SATRIA I dibangun melalui perjanjian kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau KPBBU. Proyek ini membutuhkan investasi senilai US$ 540 juta.
Penanggung jawab proyek ini adalah Kominfo bersama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Informasi (BAKTI). Sedangkan badan usaha pelaksananya ialah SNT. Adapun proyek ini telah menunjuk konsultan pengawas independen, yakni PT Surveyor Indonesia dan penjamin infrastruktur melalui PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII).
Baca berita selengkapnya di sini.<!--more-->
2. APBN Tak Lagi Penopang Utama Ekonomi 2021, Begini Penjelasan Kemenkeu
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menyoroti komponen penopang perekonomian Indonesia sepanjang 2 tahun terakhir. Sepanjang 2020, kata dia, hanya APBN alias konsumsi pemerintah yang jadi penopang utama perekonomian.
Sementara di 2021, APBN tidak lagi jadi satu-satunya tulang punggung utama. Sebab, komponen penopang lain sudah ikut tumbuh hingga semester pertama dan memperkuat perekonomian.
"Ini yang diharapkan bisa dilanjutkan dalam bulan-bulan ke depan," kata Febrio dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 18 Agustus 2021.
Febrio mencatat semua komponen lain selain konsumsi pemerintah tumbuh negatif tahun lalu. Contohnya seperti konsumsi rumah tangga yang tumbuh negatif sepanjang 2020, kecuali pada kuartal 1 yaitu 2,8 persen. Tapi di 2021, konsumsi rumah tangga tumbuh pada kuartal 2 sebesar 5,9 persen.
Baca berita selengkapnya di sini.<!--more-->
3. Diskon Pajak Mobil Diperpanjang? Kemenkeu: Tabungan Kelas Menengah Masih Banyak
Diskon Pajak Penjualan Nilai Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) 100 persen untuk pembelian mobil baru 4x2 di bawah 1.500 CC akan berakhir Agustus 2021. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, belum bisa memastikan apakah insentif ini akan diperpanjang lagi.
Meski demikian, Febrio kembali menegaskan bahwa insentif pajak semacam ini bertujuan untuk mendorong konsumsi. Sebab di 2020 hingga 2021, kata dia, tabungan masyarakat kelas menengah di perbankan masih double digit.
"Jadi masih sangat banyak likuiditas yang ada di kantong masyarakat, khususnya kelas menengah," kata Febrio dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 18 Agustus 2021.
Awalnya pada 1 Maret 2021, pemerintah memberikan diskon pajak untuk mobil jenis ini per tiga bulan. Dimulai dari Maret-Mei diskon 100 persen, Juli-Agustus 50 persen, dan Oktober-Desember 25 persen.
Baca berita selengkapnya di sini.
Baca Juga: Satelit SATRIA Butuh Investasi USD 540 Juta, Pendanaan dari Prancis hingga Cina