Jokowi Patok Defisit APBN 3 Persen di 2023, Ekonom: Sulit Dilakukan
Reporter
Tempo.co
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 16 Agustus 2021 16:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira pesimistis target Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal defisit APBN 2023 bisa kembali maksimal 3 persen terhadap PDB akan tercapai.
"Ini saya kira satu hal yang cukup sulit dilakukan," ujar Bhima, Senin, 16 Agustus 2021.
Pasalnya, menurut dia, hingga tahun 2023 mendatang masih akan ada tekanan eksternal yang bisa mendorong kenaikan harga bahan bakar dan harga energi. "Harga minyak mentah fluktuasinya cenderung mengalami kenaikan, itu juga satu hal yang bisa menekan daya beli,” katanya.
Ia menjelaskan, jika dilihat dari penyaluran kreditnya, konsumsi masih akan memegang peranan yang penting, maka dibutuhkan support oleh sisi kredit. Bhima memprediksi di masa mendatang, ketika konsumsi mulai bergairah, penyaluran kredit terhadap dunia usaha pun bakal meningkat.
Dengan asumsi penghasilan masyarakat meningkat dan memicu belanja lebih banyak, tapi konsumsi rumah tangga yang dipotong oleh penyaluran kredit perbankan masih relatif rendah. "Sampai di bulan Juni 2021, pertumbuhan kredit konsumsi itu kecil sekali,” ujar Bhima.
Menurut Bhima, meskipun pertumbuhan kredit konsumsi berada di angka positif, tetapi angka tersebut masih di bawah 2 persen dari year on year. "Ini menjadi salah satu tantangan. Banyak negara yang terlalu cepat melakukan pemotongan perlindungan sosial, akibatnya daya beli masyarakatnya menurun,” tuturnya.
<!--more-->
Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 direncanakan sebesar 4,85 persen terhadap produk domestik bruto alias PDB atau Rp 868 triliun.
"Rencana defisit tahun 2022 memiliki arti penting sebagai langkah untuk mencapai konsolidasi fiskal, mengingat tahun 2023 defisit anggaran diharapkan dapat kembali ke level paling tinggi 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto," kata Jokowi dalam Rapat Paripurna DPR, Senin, 16 Agustus 2021.
Dia memastikan defisit anggaran 2022 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati, dengan menjaga keberlanjutan fiskal. "Komitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal dilakukan agar tingkat utang dalam batas yang terkendali," tutur Jokowi.
Dalam RAPBN 2022, pemerintah merencanakan total belanja sebesar Rp 2.708,7 triliun.
Nilai tersebut meliputi belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 1.938,3 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 770,4 triliun.
Rinciannya, antara lain anggaran kesehatan direncanakan Rp 255,3 triliun, anggaran perlindungan sosial Rp 427,5 triliun, anggaran pendidikan Rp 541,7 triliun, serta anggaran pembangunan infrastruktur Rp 384,8 triliun. Selain itu, anggaran transfer ke daerah dan dana desa direncanakan sebesar Rp 770,4 triliun.
Adapun pendapatan negara pada 2022, menurut Jokowi, perlu ditingkatkan menjadi sebesar Rp 1.840,7 triliun untuk mencapai sasaran pembangunan.Pendapatan tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.506,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 333,2 triliun.
FAIRUZ AMANDA PUTRI | CAESAR AKBAR
Baca: Harga Solar Premium Berubah Usai Jokowi Revisi Aturan? Ini Kata Pertamina