Ilustrasi Garuda Indonesia. Dok. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEPO.CO, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menyatakan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terbukti bersalah melakukan praktik diskriminasi pemilihan mitra penjualan tiket umrah. Perseroan melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam sidang putusan pada Kamis, 8 Juli 2021, Ketua Majelis Komisi KPPU mengatakan emiten berkode GIAA itu akan didenda Rp 1 miliar.
“Majelis Komisi turut mempertimbangkan kemampuan GIAA untuk membayar berdasarkan laporan keuangan tahun 2018, 2019, dan 2020. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Komisi menilai bahwa jika dikenakan tingkat denda tertentu, maka GIAA berpotensi tidak dapat beroperasi pada kondisi keuangan tersebut,” berikut keterangan resmi KPPU pada Kamis, 8 Juli.
Perkara ini bermula dari laporan publik yang menyatakan adanya upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah oleh Garuda dalam program Wholesaler. Hambatan masuk tersebut berdampak bagi sebagian besar penyelenggara perjalanan ibadah umrah.
Adapun Garuda menunjuk enam penyelenggara perjalanan ibadah umrah. Keenamnya adalah PT. Smart Umrah (Kanomas Arci Wisata), PT. Maktour (Makassar Toraja Tour), PT. NRA (Nur Rima Al-Waali Tour), PT. Wahana Mitra Usaha (Wahana), PT. Aero Globe Indonesia, dan PT. Pesona Mozaik.
Dalam proses persidangan, Majelis Komisi KPPU menilai tindakan GIAA menunjuk keenam agen itu tidak melalui proses yang terbuka dan transparan. Garuda juga tidak memenuhi prosedur persyaratan serta pertimbangan yang jelas dan terukur. Padahal menurut majelis komisi, ada 301 agen potensial yang bisa mendapatkan akses yang sama. <!--more--> GIAA sempat mengajukan perubahan perilaku pada September 2020 pada Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Namun karena manajemen tidak sepenuhnya melaksanakan pakta integritas perubahan perilaku, proses persidangan kembali dilanjutkan.
Adapun denda Garuda wajib dibayar paling lambat 30 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap dikeluarkan. Apabila terlambat melakukan pembayaran, Garuda dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari total nilai denda. Denda keterlambatan pembayaran denda ini mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra belum mengetahui putusan Majelis Komisi KPPU. “Saya belum dengar (kabar). Saya belum cek,” ujarnya.