Kasus Duit Nasabah Raib, YLKI Minta OJK Panggil Seluruh Bank dan Lakukan Audiit
Reporter
Tempo.co
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 20 Juni 2021 13:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Yayasan Lembaga Keuangan Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta Otoritas Jasa Keuangan atau OJK untuk bersikap tegas dalam mengawasi bank.
Terus munculnya kasus kehilangan uang nasabah di bank dengan berbagai modus, menurut dia, harus segera ditindaklanjuti otoritas dengan memanggil seluruh industri perbankan dan meminta penjelasan lebih lanjut.
"Jika kejadian uang hilang berlangsung berulang kali, ini akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan. Hal ini tidak boleh dianggap sepele," kata Tulus ketika dihubungi, Ahad, 20 Juni 2021.
Apalagi tak sedikit kasus dana nasabah yang raib itu disebabkan oleh sistem teknologi informasi perbankan yang tidak handal. "Kami menduga ada kelemahan mendasar dari bank sehingga mudah diretas oleh oknum atau orang luar," tuturnya. "Harus ada audit forensik semua sistem IT bank."
Bisnis perbankan yang berbasis kepercayaan, menurut Tulus, juga harus segera dipulihkan karena sudah sangat meresahkan masyarakat. "Tak hanya bank swasta, banyak kasus terjadi di bank BUMN besar," ucapnya.
Masyarakat dikhawatirkan tak lagi mau mempercayakan simpanannya di bank. "Kalau seperti ini, mau ditaruh mana uang kita? Apa lebih baik disimpan di bawah kasur saja?" kata Tulus.
Oleh karena, kata Tulus, YLKI meminta OJK memanggil seluruh manajemen bank untuk mengaudit keandalan IT bank masing-masing. Selain itu, bank juga harus mengevaluasi sistem rekrutmen pegawai dan meningkatkan pengawasan internalnya. "Kalau terbukti oknum bank yang membobol dana nasabah, berarti ada yang tak beres dengan rekrutmen dan pengawasan internal selama ini."
Dalam pendampingannya ke masyarakat, YLKI menyebutkan sejumlah kasus kehilangan uang di bank berujung pada pengembalian dana ke nasabah dengan syarat hasil investigasi menunjukkan posisi nasabah benar. "Yang ditangani YLKI selama ini nilainya memang kecil-kecil, tapi meresahkan, misalnya skimming kartu ATM," ucap Tulus.
<!--more-->
Di kasus skimming kartu ATM, bank harus sepenuhnya bertanggung jawab. "Karena bagaimana nasabah bisa tahu satu ATM bermasalah dan bisa skimming kartu? Secara fisik satu ATM dengan yang lain terlihat sama semua. Jika akhirnya kartu ATM diskim dan digandakan, uang dibobol, itu murni bank yang harus mengganti uang nasabah."
Berbeda halnya, kata Tulus, misalnya, dalam kasus nasabah tertipu ketika ditawari bantuan orang lain dalam bertransaksi. "Itu ada andil nasabah, bisa jadi bank tak mau mengganti uang nasabah," ucapnya.
Menanggapi kasus kehilangan deposito Rp 20,1 miliar milik dua nasabah BNI cabang Makassar baru-baru ini, Tulus mempertanyakan klaim bank soal bilyet deposito palsu milik Hendrik dan Heng Tao Pek tersebut.
"Klaim palsu menjadi tidak masuk akal. Karena selama tiga tahun terakhir dicek ada dana sebesar itu di bank. Berarti bank mengelolanya selama itu," kata Tulus ketika dihubungi, Ahad, 20 Juni 2021.
Sebaliknya, menurut Tulus, jika benar bilyet deposito itu adalah palsu, berarti tak ada dana sebesar Rp 20,1 miliar di BNI selama ini. Padahal, kedua nasabah mengaku selama ini rutin mengecek saldo, mencetak buku tabunganya per bulan dan tak menemukan kejanggalan.
Soal kasus ini, BNI berkukuh bahwa kasus terjadi tersebut tidak ada atau tidak tercatat dalam sistem bank. “Peristiwa tersebut saat ini sedang dalam proses hukum. Kami sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom saat dihubungi Tempo di Jakarta, Senin 14 Juni 2021.
Mucharom menegaskan bahwa BNI sangat menjunjung tinggi komitmen untuk menjaga seluruh dana yang disimpan. BNI juga menjamin bahwa dana nasabah tersimpan di bank aman.
RR ARIYANI | DIDIT HARIYADI | FAJAR PEBRIANTO
Baca: Deretan Kasus Uang Nasabah Bank Raib dalam 2 Tahun Terakhir, Swasta hingga BUMN