Ahli Kesehatan Masyarakat: Kendalikan Covid-19 dengan Vaksinasi Itu Impossible
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Minggu, 20 Juni 2021 12:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, menilai langkah pemerintah menggantungkan penanganan Covid-19 dengan vaksinasi dalam jangka pendek kurang tepat. Musababnya, Indonesia saat ini bukan negara produsen vaksin atau prinsipal vaksin.
“Jadi ambisi untuk mengendalikan Covid-19 dalam 15 bulan menggunakan vaksinasi itu impossible. Dari awal IAKMI mengatakan sulit sekali mencapai dan begitu ambisius kalau dikatakan sejak 13 Januari 2021 selama 15 bulan (Covid-19) teratasi (dengan vaksin),” ujar Hermawan dalam diskusi daring pada Ahad, 20 Juni 2021.
Menurut Hermawan, bukti bahwa Indonesia tidak bisa mengandalkan penanganan pandemi dari vaksinasi sudah terpampang nyata. Pemerintah sebelumnya menetapkan target vaksinasi per Juni 2021 mencapai 1 juta dosis per hari. Namun saat ini pelaksanaan vaksin hanya menjangkau 100-200 ribu orang.
Hermawan mengatakan vaksin bukan solusi jangka pendek bagi penanganan wabah. Di tengah munculnya ancaman gelombang kedua pandemi, pemerintah diminta untuk lebih agresif mengambil kebijakan.
Di negara-negara lain yang sudah melewati puncak pandemi, Hermawan mengatakan pemerintah setempat melakukan optimum social restriction atau lockdown. “Harus ada extraordinary policy making. kalau memang mau memutus mata rantai, seperti negara mayoritas yang sudah melewati puncak kasus menggunakan optimum social restriction,” ujar Hermawan.
Adapun kebijakan pemerintah saat ini yang memakai sistem gas dan rem dikhawatirkan hanya menunda bom waktu. Hermawan menyebut pemerintah seharusnya bersikap tegas untuk memutus mata rantai Covid-19 dan menerbitkan kebijakan-kebijakan yang kuat.
<!--more-->
Sejak awal pandemi Covid-19, Hermawan menilai banyak risiko yang sebetulnya bisa diprediksi, tapi tidak mampu diantisipasi oleh pemerintah. Dari perspektif kebijakan, kata dia, Indonesia termasuk negara yang minim memiliki aturan untuk menekan penyebaran Covid-19.
Sampai saat ini, Hermawan berujar pemerintah hanya menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB. Aturan itu pun semata-mata diterapkan di tiga provinsi dan 40 kota/kabupaten, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Barat.
Bahkan aturan tersebut direlaksasi dengan penerbitan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro. Padahal tujuan PPKM dan PSBB sangat berbeda. PPKM, kata Hermawan, hanya memperlambat situasi penyebaran Covid-19.
“Dengan perspektif kebijakan, kita belum punya perspektif option yang kuat untuk pengedalian Covid-19,” kata Hermawan.
Dari sisi pelacakan dan pengetesan kasus Covid-19, Hermawan menganggap upaya pemerintah belum maksimal. Selama pandemi, kata dia, Indonesia baru mencapai testing dan tracing sebesar 100 ribu spesimen rate per hari. “Itu pun 40-50 persen laboratorium PCR yang berfungsi dengan baik. Jadi ini seperti fenomena gunung es,” ujar dia.
Baca: Deretan Kasus Uang Nasabah Bank Raib dalam 2 Tahun Terakhir, Swasta hingga BUMN