Muhammdiyah Tolak PPN Pendidikan karena Dinilai Bertentangan dengan Konstitusi
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 12 Juni 2021 12:05 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir secara tegas mengatakan rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai untuk bidang pendidikan atau PPN Pendidikan bertentangan dengan konstitusi. "Kebijakan PPN bidang pendidikan jelas bertentangan dengan konstitusi dan tidak boleh diteruskan," katanya melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Jumat, 11 Juni 2021.
Muhammadiyah, kata Haedar, dengan tegas menolak karena keberatan atas rencana penerapan PPN untuk bidang pendidikan sebagaimana draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Ia menilai pemerintah yang paling bertanggung jawab dan berkewajiban dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk penyediaan anggaran 20 persen.
Rencana penerapan PPN bidang pendidikan tersebut, menurut dia, telah bertentangan dengan jiwa UUD 1945 Pasal 31 Pendidikan dan Kebudayaan. Undang-undang antara lain mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya.
Haedar menyebutkan, pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan dan DPR mestinya mendukung dan memberi kemudahan bagi organisasi kemasyarakatan yang menyelenggarakan pendidikan. Apalagi penyelenggaraan pendidikan itu dilakukan secara sukarela dan berdasarkan semangat pengabdian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah dan DPR, kata dia, semestinya juga tidak memberatkan organisasi kemasyarakatan penggerak pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat dengan perpajakan.
<!--more-->
Penerapan kebijakan itu dikhawatirkan mematikan lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini banyak membantu rakyat kecil, serta sebenarnya ikut meringankan beban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang belum sepenuhnya merata.
"Semestinya pemerintah lah yang berkewajiban penuh menyelenggarakan pendidikan dan kebudayaan bagi seluruh rakyat sebagaimana perintah konstitusi," ucap Haedar. Sebaliknya, jika pemerintah tidak menunaikannya secara optimal, sama dengan mengabaikan konstitusi.
Lebih jauh, menurut dia, pemerintah justru perlu berterima kasih kepada ormas penyelenggara pendidikan yang selama ini membantu meringankan beban kewajiban menyelenggarakan pendidikan dan program kerakyatan lainnya. Bukan malah membebani dengan PPN.
"Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU, Kristen, Katolik, dan sebagainya justru meringankan beban dan membantu pemerintah yang semestinya diberi reward atau penghargaan, bukan malah ditindak dan dibebani pajak yang pasti memberatkan," kata Haedar.
Bila kebijakan PPN Pendidikan itu dipaksakan, menurut dia, nanti akan mampu menyelenggarakan pendidikan selain negara yang memang memiliki APBN, justru para pemilik modal yang akan berkibar dan mendominasi. "Sehingga pendidikan akan semakin mahal, elitis, dan menjadi ladang bisnis layaknya perusahaan," kata Haedar.
ANTARA
Baca: Tolak PPN Pendidikan, PBNU: Apa yang Ada di Mindset Pengambil Kebijakan Itu?