Terpopuler Bisnis: Kerugian Chairul Tanjung dan Wawancara Eksklusif Bos Garuda
Reporter
Tempo.co
Editor
Kodrat Setiawan
Senin, 7 Juni 2021 06:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Berita terpopuler ekonomi dan bisnis sepanjang Ahad, 6 Juni 2021, dimulai dari penjelasan Peter Gontha soal Chairul Tanjung rugi Rp 11,2 triliun di Garuda hingga wawancara eksklusif Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra.
Adapula berita tentang bos Garuda blak-blakan jelaskan dana talangan Rp 1 triliun habis dan Facebook hingga Amazon bakal kena aturan pajak perusahaan global Negara G7.
Berikut empat berita terpopuler ekonomi dan bisnis sepanjang kemarin:
1. Chairul Tanjung Disebut Rugi 11,2 Triliun di Garuda, Ini Penjelasan Peter Gontha
Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Peter Gontha menyebutkan pengusaha nasional Chairul Tanjung mengalami kerugian hingga Rp 11,2 triliun di maskapai plat merah tersebut.
Hal tersebut disampaikan Peter melalui unggahan di akun Instagramnya @petergontha pada Jumat, 4 Juni 2021. Peter menyatakan dirinya mewakili Chairul Tanjung di Garuda Indonesia dalam postingan tersebut.
Chairul Tanjung diketahui memiliki saham GIAA melalui Trans Airways sebesar 28,27 persen. Selain Trans Airways, saham GIAA dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia sebesar 60,54 persen dan masyarakat dengan kepemilikan di bawah 5 persen sebesar 11,19 persen.
"Memang saya mewakili orang yang memegang saham minoritas, artinya dikit lah cuman 28 persen, yaitu Chairul Tanjung (CT). Tapi si minoritas yang sudah rugi Rp 11 Triliun," katanya.
Peter lalu memaparkan dari mana hitungan kerugian tersebut. Pertama, sewaktu Chairul Tanjung diminta tolong karena para underwriter gagal total dan menyetor US$ 250 juta. Saat itu kurs masih di kisaran Rp 8.000 per dolar AS, sedangkan saat ini sekitar Rp 14.500.
Kedua, harga saham GIAA waktu itu Rp 625, saat ini berada di level Rp 256. "Silahkan hitung tapi menurut saya, dalam kurun waktu 9 tahun kerugian CT saya hitung sudah Rp 11,2 triliun termasuk bunga belum hitung inflasi, banyak juga yah Mas Arya (Arya Sinulingga Staf Khusus Menteri BUMN)?" kata Peter.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
2. Bos Garuda Blak-blakan Jelaskan Dana Talangan Rp1 T Habis, untuk Bayar Apa Saja?
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengatakan dana talangan untuk perseroannya yang cair pada awal tahun senilai Rp 1 triliun sudah habis untuk membayar avtur hingga biaya kebandaraan. Penggunaan dana talangan dikhususkan bagi kebutuhan operasional perusahaan yang tengah berjalan.
“(Dana talangan Rp 1 triliun sudah habis) Hanya untuk membayar Pertamina, Angkasa Pura I, dan Angkasa Pura II. (Dana itu) Tidak untuk bayar utang. Ini murni untuk current kan kita operasi setiap bulan, itu harus dibayar,” ujar Irfan saat ditemui Tempo di kantornya, kompleks Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jumat, 4 Juni 2021.
Dana talangan merupakan bentuk bantuan yang diberikan pemerintah bagi Garuda melalui skema obligasi wajib konversi (OWK). Perjanjian OWK ditandatangani oleh Garuda dan PT Sarana Multi Infrastruktur selaku pelaksana investasi dari Kementerian Keuangan.
Berdasarkan ketentuan perjanjian tersebut, perusahaan dilarang memakai dana talangan untuk membayar utang. “Tidak ada untuk bayar utang,” tutur Irfan. Irfan menampik kabar yang beredar bahwa uang talangan juga dipakai untuk membayar kekurangan gaji pilot maupun awak kabin yang dipotong sejak 2020.
Keuangan Garuda Indonesia pada kuartal II 2021 semakin babak belur. Seperti paparan Kementerian BUMN di DPR Kamis lalu, 3 Juni, Garuda menanggung rugi sampai US$ 100 juta setiap bulan.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
3. Facebook Hingga Amazon Bakal Kena Aturan Pajak Global Negara G7
Negara-negara Kelompok 7 atau G7 menyepakati tarif pajak minimum perusahaan global sebesar 15 persen. Besaran tarif itu diusulkan Amerika Serikat sekaligus membuka jalan pagi pengenaan pajak perusahaan multinasional dimana mereka menghasilkan uang, bukan hanya di negara asal.
Perjanjian disepakati pada pertemuan menteri keuangan di London, Sabtu, 5 Juni 2021. Hal ini menandai capaian penting yang dapat membantu sejumlah negara mengumpulkan pajak lebih banyak dari perusahaan besar dan memungkinkan pemerintah untuk mengenakan pungutan pada raksasa teknologi AS seperti Amazon Inc. dan Facebook Inc.
Kesepakatan itu bertujuan untuk memodernisasi konsensus pajak internasional berusia seabad dan mendinginkan ketegangan transatlantik yang mengancam menjadi perang dagang di bawah Donald Trump.
Namun demikian, detail dari perjanjian masih harus diselesaikan dan lebih banyak negara harus ikut menandatangani perjanjian. Implementasi penuh bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen, termasuk kepala keuangan yang memuji keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya itu. Dia menegaskan bahwa kesepakatan akhir itu akan menyertakan Amazon dan Facebook.
Pengenaan terhadap Amazon sebelumnya menjadi ganjalan karena meski berpendapatan jumbo, perusahaan itu dinilai bermargin keuntungan tipis. "Apa yang Anda lihat adalah kebangkitan multilateralisme, kemauan negara-negara terkemuka di G7 dan G20 untuk bekerja sama mengatasi tantangan paling kritis yang dihadapi ekonomi global,” kata Yellen, Minggu, 6 Juni 2021.
Baca berita selengkapnya di sini.
<!--more-->
4. Wawancara Eksklusif Bos Garuda Indonesia: Saat Berdiri Bahkan Kami Sholawat
Kondisi keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. saat ini sangat jauh dari kata baik-baik saja.
Berdasarkan catatan perseroan saat masa normal atau sebelum pandemi Covid-19, Garuda Indonesia Group menerbangkan 203 pesawat sepanjang 2018. Selama satu tahun, Garuda memiliki frekuensi penerbangan sebanyak 290.113 dengan jumlah total penumpang 38.444.358 orang.
Namun sejak pandemi Covid-19, jumlah penumpang maskapai penerbangan pelat merah itu anjlok drastis sampai 90 persen. Bahkan rata-rata jumlah penumpang pada 2020 hanya 60 persen. Turunnya jumlah penumpang membuat Garuda menanggung beban berat karena anjloknya pendapatan.
Terakhir, Garuda mencatatkan utang mencapai Rp 70 triliun yang jumlahnya bertambah sekitar Rp 1 triliun setiap bulan. Maskapai penerbangan pelat merah ini pun berencana untuk memangkas jumlah pesawat yang saat ini sekitar 140 unit menjadi hanya 70 unit.
Salah satu yang bakal segera dilakukan Garuda adalah memangkas frekuensi penerbangan dalam negeri untuk menekan beban operasional perusahaan. Perseroan akan mengurangi jadwal penerbangan, bahkan di rute-rute favorit seperti Jakarta-Denpasar.
“Misalnya kalau ke Bali kan ada tujuh penerbangan dulu. Terlepas orang ingin ke Bali, itu rasanya kelebihan (kalau tujuh kali penerbangan), ya kami kurangi,” ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra saat ditemui Tempo di kantornya, kompleks Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Sabtu, 4 Juni 2021.
Selain mengurangi frekuensi penerbangan rute domestik, Garuda bakal mengkaji ulang rute-rute internasional. Beberapa rute luar negeri disebut-sebut tidak menguntungkan, bahkan membuat perusahaan merugi.
Baca berita selengkapnya di sini.