Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance atau Indef Tauhid Ahmad memberikan pandangan ihwal kartuprakerja Jokowi di kantor Indef, Pasar Minggu, Jakarta, Senin, 19 Agustus 2019. TEMPO/Francisca Christy Rosana
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, mempertanyakan kegiatan diskusi bertajuk 'PPN 15 Persen, Perlukah di Masa Pandemi?' yang digelar Institute for Development of Economics and Finance alias Indef.
Salah satu hal yang dipertanyakan Prastowo adalah mengenai narasumber diskusi lantaran tidak menghadirkan pihak Kementerian Keuangan untuk membahas perkara tarif pajak tersebut.
"Dear @IndefEconomics, kok bisa bilang 15 persen ini sumbernya apa atau siapa? Lalu kenapa tak hadirkan narsum dari @DitjenPajakRI atau @BKFKemenkeu untuk informasi lebih lengkap dan seimbang?" cuit Prastowo melalui akun @prastow, Senin, 10 Mei 2021.
Sebagai informasi, diskusi ihwal tarif pajak tersebut menghadirkan tiga narasumber, antara lain Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Rizal Edy Halim, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad, dan peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus.
Merespons pertanyaan itu, Tauhid Ahmad menjelaskan bahwa acara tersebut sudah dirancang sejak jauh-jauh hari. Ia pun berharap di kemudian hari, Kementerian Keuangan bisa ikut mengisi diskusi lanjutan dengan topik serupa.
"Banyak sahabat saya di kementerian turut merespons atas diskusi ini, mudah-mudahan kita bisa berembuk atas usulan yang nanti kami sampaikan. Termasuk kenapa kami tidak mengundang DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Karena acara ini sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari mudah-mudahan bukan berarti mengurangi respek kami ke DJP untuk memberikan penjelasan," tutur Tauhid. <!--more--> "Mungkin di lain kesempatan ada forum dan diskusi lanjutan. Saya rasa ini cukup fair, giliran pertama mungkin INDEF, forum berikutnya tidak ada masalah."
Tauhid mengatakan diskusi itu dihelat untuk merespons paparan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional beberapa waktu lalu. Menurut dia, publik mengetahui lebih dalam mengenai wacana perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
"Saya kira ini menjadi titik penting agar kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan nasib masyarakat kelompok menengah ke bawah perlu didiskusikan lebih jauh oleh banyak kalangan. Sehingga keputusan yang diambil pemerintah bisa lebih arif," ujar dia.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyimpan rencana untuk melakukan peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai salah satu langkah untuk melakukan reformasi perpajakan yang sehat, adil, dan kompetitif. Hal itu tertuang dalam paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di acara Musrenbangnas 2021 secara virtual pada Selasa 4 Mei 2021 bahwa kementeriannya berencana untuk menaikkan tarif PPN.
Dalam paparan Sri Mulyani tersebut, reformasi perpajakan mencakup inovasi penggalian potensi untuk peningkatan rasio pajak, perluasan basis perpajakan di e-commerce, cukai plastik dan menaikkan tarif PPN. Kemudian, reformasi lainnya yaitu sistem perpajakan yang sejalan dengan struktur perekonomian.