Simak Perjalanan Sritex yang Kini Resmi Berstatus PKPU karena Gagal Bayar Utang
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 7 Mei 2021 08:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex telah resmi menyandang status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara.
Status ini diberikan setelah majelis hakim pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Semarang mengabulkan gugatan PKPU CV Prima Karya kepada Sritex. “Mengabulkan PKPU Sementara selama 45 hari,” demikian putusan dibacakan oleh Hakim PN Semarang, Kamis, 6 Mei 2021.
Dengan begitu, Sritex dan tiga anak usahanya yakni Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya resmi dalam PKPU Sementara untuk 45 hari ke depan. Tak hanya itu, pengadilan juga menyetujui penunjukan Zockye Moreno Untung Silaen, Syarif Hidyatullah, Bensopad sebagai pengurus PKPU Sritex dan tiga anak usahanya.
Penggugat dalam perkara ini, CV Prima Karya, adalah salah satu vendor yang terlibat dalam renovasi bangunan di Grup Sritex. Gugatan PKPU diajukan atas nilai utang yang belum dibayarkan oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk. dengan kode saham SRIL itu senilai Rp 5,5 miliar.
Dinukil dari laporan tahunan perseroan yang diunggah di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, perjalanan perusahaan tersebut berawal dari sebuah perusahaan perdagangan tradisional yang menjual produk tekstil bernama “Sri Redjeki” yang berada di Pasar Klewer, Solo. Perusahaan itu didirikan oleh H. M. Lukminto pada 1966.
Sritex kemudian berkembang dengan memproduksi kain yang dikelantang dan dicelup di pabrik pertama yang dibangun di Baturono, Solo, pada 1968. Pada 1978, “Sri Redjeki” secara resmi berubah menjadi PT Sri Rejeki Isman. Perseroan secara resmi melakukan Penawaran Saham Perdana pada 2013 yang otomatis mengubah nama menjadi PT Sri Rejeki Isman Tbk.
<!--more-->
Saat ini, Sritex telah menjadi produsen tekstil-garmen terintegrasi dengan lebih dari 17 ribu karyawan yang mengkonsentrasikan sebagian besar operasinya di lahan seluas 79 hektar di Sukoharjo, Jawa Tengah. Perusahaan ini memiliki empat lini produksi mulai dari pemintalan, penenunan, pencetakan, pencelupan, dan garmen.
Perusahaan ini juga tercatat memiliki tenaga-tenaga profesional dari dalam dan luar negeri, seperti Korea Selatan, Filipina, India, Jerman, maupun Cina. Sritex juga telah memiliki banyak pelanggan peritel besar seperti H&M, Walmart, K-Mart dan Jones Apparel.
Hingga tahun 2020, Perusahaan memiliki 4 entitas anak, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandiri Jaya dan Golden Legacy Pte Ltd yang mendukung bisnis perusahaan induk.
Pada 2020, perseroan mencatatkan penjualan sebesar US$ 1,28 miliar. Angka tersebut naik dari US$ 1,18 miliar di tahun sebelumnya. Di sisi lain, beban pokok penjualan pada 2020 pun membengkak menjadi US$ 1,05 miliar. Pada 2019, beban pokok penjualan tercatat hanya sekitar US$ 0,95 miliar.
Dengan demikian, laba tahun berjalan Sritex pada tahun 2020 tercatat US$ 85,32 juta. Angka itu turun dari tahun 2019 yang sebesar US$ 87,65 juta.
Baca: Babak Baru Gugatan PKPU Terhadap Bos Sritex, Bank QNB Hadirkan KEB Hana