May Day, UU Cipta Kerja Disebut Bikin Buruh Semakin Rentan
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Sabtu, 1 Mei 2021 16:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia for Global Justice (IGJ) dan Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) menyebut negara telah gagal melindungi buruh, khususnya melalui UU Cipta Kerja yang membuat buruh semakin rentan.
Pernyataan sikap ini disampaikan KPR dalam aksi Hari Buruh Internasional di 15 Provinsi dan 54 Kabupaten kota untuk melanjutkan perjuangan menolak UU Cipta Kerja dan seluruh aturan turunannya.
Ketua Umum KPR Herman Abdulrohman menilai aturan tersebut hanya akan membuka celah para elite politik dan kroninya memonopoli akses ekonomi di Indonesia. Sementara itu, hak dasar buruh dikurangi dan PHK massal di mana-mana.
“Di dalam aturan turunan UU Cipta Kerja, banyak yang bertabrakan dengan konstitusi terutama dalam Masa Covid yang membuat banyak perusahaan melakukan PHK massal dengan alasan 'Force Majeure' dan dilonggarkan di PP 35 Tahun 2021. Sedangkan dalam Putusan MK No 19 tahun 2011, setiap dalih keadaan memaksa tersebut harus mengalami tutup permanen, keadaan seperti ini paling tidak membuat 345 Anggota kami mengalami kehilangan pekerjaan," kata Herman dalam siaran tertulis, Sabtu, 1 Mei 2021.
Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti mengatakan aturan ketenagakerjaan dalam UU Cipta kerja pada akhirnya hanya menjadi bumerang bagi Indonesia sendiri. Bahkan, gagal menjawab persoalan bonus demografi.
“Pengaturan ketenagakerjaan di bawah UU Cipta Kerja semakin membuat aturan yang lebih fleksible lagi. Artinya, ini akan meningkatkan jumlah pekerja informal yang pada akhirnya membuat skema jaminan menjadi tidak efektif,” kata Rachmi.
<!--more-->
Rachmi menjelaskan fleksibilitas ketenagakerjaan hanya akan menempatkan Indonesia sebagai pelayan investasi asing yang menyediakan buruh murah, kemudahan perpajakan dan ekstraksi sumber daya alam dalam kegiatan regional value chains.
"Tidak ada aturan yang melindungi buruh hari ini. UU Cipta Kerja hanya memberikan celah bagi pengusaha untuk berlindung dan menghindar dari kewajibannya, terutama tanggung jawabnya kepada pekerja," ujarnya.
Terlebih, potensi dampak yang dimunculkan oleh transformasi industri ke arah industri 4.0 semakin membuat pekerja semakin rentan. Hal ini karena tidak adanya regulasi ketenagakerjaan yang secara tegas mengatur aspek perlindungan pekerja dalam kegiatan ekonomi digital hari ini. UU Cipta, menurut dia, juga gagal menjawab hal ini.
“Pekerja semakin dihadapkan pada status yang tidak jelas ketika masuk dalam kegiatan ekonomi digital. Hubungan kerja yang disematkan dengan kata kemitraan membuat statusnya menjadi sangat rentan, tanpa adanya jaminan perlindungan yang dipenuhi oleh perusahaan aplikasi,” kata Rachmi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan omnibus law UU Cipta Kerja akan menyejahterakan kehidupan jutaan para buruh atau pekerja.
"Pemerintah berkeyakinan melalui UU Cipta kerja ini, jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka," ujar Jokowi pada 9 Oktober 2020 lalu.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Jokowi: Pemerintah Yakin, UU Cipta Kerja Akan Perbaiki Kehidupan Jutaan Buruh