Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi dalam Rencana Impor Beras 1,5 Juta Ton
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Kodrat Setiawan
Rabu, 24 Maret 2021 12:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Ombudsman RI menemukan adanya potensi maladministrasi dalam rencana impor beras sebanyak 1,5 juta ton. Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengatakan potensi itu terlihat dari mekanisme keputusan impor dalam rapat koordinasi terbatas atau rakortas yang dilakukan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu.
Yeka berujar, keputusan impor beras tidak berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), stok beras di lapangan, dan stabilitas harga beras dalam tiga tahun terakhir. Rencana ini pun cenderung terburu-buru dan terkesan mengesampingkan unsur scientific.
“Kami melihat jangan-jangan ada masalah. Keputusan impor beras harus berbasiskan data yang valid karena beras bukan sekadar komoditas, tapi juga dampaknya ke sosial politik yang cukup luas,” ujar Yeka dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Rabu, 24 Maret 2021.
Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, stok beras di gudang Bulog per 14 Maret tercatat sebesar 883.585 ton. Dari jumlah tersebut, 859 ribu di antaranya merupakan cadangan beras pemerintah dan 23,7 ribu ton adalah stok beras komersial.
Menurut klaim Kementerian Perdagangan, terdapat 400 ribu ton beras yang mengalami potensi turun mutu karena merupakan stok pada 2018 dan 2019. Karenanya, Kementerian mencatat stok yang layak konsumsi kurang dari 500 ribu ton atau 20 persen dari kebutuhan rata-rata beras tiap bulan sebesar 2,5 juta ton. Padahal, menurut ketentuan, stok beras di gudang tersebut per tahun harus mencapai 1-1,5 juta ton.
Namun, Yeka menerangkan, stok beras yang ada saat ini bukan hanya di gudang Bulog. “Jangan lupa ada di tempat lain,” kata Yeka.
<!--more-->
Pada Februari 2021, Ombudsman mencatat stok beras di penggilingan masih 1 juta ton. Kemudian stok di lumbung pangan masih ada sebanyak 6.300 ton, di Pasar Induk Cipinang 30,6 ribu ton, di rumah tangga sebanyak 3,2 juta ton, dan tempat lain 260,2 ribu ton.
Bila diakumulasikan, jumlah stok beras yang ada saat ini masih 6 juta ton. Sementara itu bila merujuk angka BPS, diperkirakan pada Januari hingga April lahan panen padi di dalam negeri bisa menghasilkan 14,45 juta ton beras. Angka ini naik 26,8 persen atau 3 juta ton beras dibanding tahun sebelumnya.
Dilihat dari indikator lain, stok beras di Jabodetabek tercatat sebanyak 3.300-3.500 ton per hari. Padahal normalnya hanya 3.000 ton per hari. Dari angka tersebut, Ombudsman tidak melihat adanya kelangkaan stok beras dalam negeri, bahkan menunjukkan indikasi panen raya.
Selanjutnya dari sisi stabilitas harga, Ombudsman melihat dalam tiga tahun terakhir pemerintah berhasil menjaga gejolak harga beras. “Pada 2018 awalnya gejolak tapi pertengahan tahun stabil. Lalu 2019, 2020, hampir 3 tahun pemerintah sudah menstabilkan sebuah komoditas yang asetnya nilainya tidak kurang dari Rp 747 triliun,” ujar Yeka.
Selain maladministrasi mekanisme keputusan impor, Ombudsman mencium adanya masalah dalam manajamen stok beras akibat kebijakan yang tidak terintegrasi di hulu dan hilir. Indikatornya terlihat dari adanya penurunan mutu beras sampai sekitar 400 ribu ton di Gudang Bulog.
Dari temuan itu, Ombudsman akan melakukan inisiatif untuk mencegah terjadinya maladministrasi. “Seminggu ke depan kami kumpulkan informasi, kami surati beberapa pihak terkait,” tutur Yeka.
<!--more-->
Ombudsman juga akan terjun ke lapangan untuk melihat pelaksanaan tata-kelola manajemen beras dan melihat implikasi dari kegiatan impor berdasarkan perspektif di hulu hingga hilir. “Kami akan mendalami untuk memperkuat data yang ada,” katanya.
Secara simultan, Ombudsman meminta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk melaksanakan rakortas dan menunda keputusan impor sembari menunggu perkembangan masa panen pada Mei mendatang. Ombusdman juga meminta Bulog meningkatkan serapan dalam negeri untuk menekan gejolak stok beras.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan saat stok di Bulog menipis dan ketersediaan dalam negeri tak mencukupi kebutuhan pangan pokok, pemerintah baru akan membuka izin impor. Meski demikian, Lutfi tak menampik pemerintah sudah menggelar rapat koordinasi terbatas atau rakortas untuk membahas mekanisme impor tersebut.
"Kalau ada perbedaan, tanya sama saya. Jangan salahkan Pak Menko (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian), Menteri Pertanian, jangan salahkan Bulog. Saya yang tanggung jawab, saya yang minta rakortas untuk bahas stok beras,” kata Lutfi soal impor beras.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA