Impor Beras Picu Polemik, Mendag: Tidak Ada yang Saya Tutup-tutupi
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Kodrat Setiawan
Jumat, 19 Maret 2021 19:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjawab polemik impor beras 1,5 juta ton. Rencana itu memperoleh kritikan dari ekonom, Dewan Perwakilan Rakyat, hingga tokoh publik.
Lutfi mengatakan bakal terbuka dan menerima masukan dari semua pihak terkait kebijakan yang akan diambil, termasuk soal pengadaan bahan pokok. “Izinkan saya ini belum genap tiga bulan. Baru dua bulan (menjadi menteri) dan masih banyak PR (pekerjaan rumah). Tidak ada yang aneh-aneh dan saya tutup-tutupi, ini untuk kebaikan,” ujar Lutfi dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Jumat, 19 Maret 2021.
Lutfi menjelaskan, rencana impor itu merupakan skenario yang diambil pemerintah saat pasokan di gudang Perusahaan Umum Bulog menipis. Pemerintah, kata dia, harus menyusun beberapa rencana dari berbagai kondisi yang mungkin dihadapi, entah baik atau buruk.
Di sisi lain, Bulog juga harus memiliki iron stock atau cadangan yang dikeluarkan saat terjadi keadaan darurat atau gejolak perdagangan di pasar. Menurut aturan, Bulog mesti memiliki cadangan 1-1,5 juta ton di gudang.
Saat pasokan beras cukup untuk memenuhi volume konsumsi masyarakat, Lutfi memastikan pemerintah tak akan membuka keran impor.
“Kalau memang penyerapan Bulog bagus, kita enggak perlu impor. Seperti 2019, 2020 kan kita enggak impor. Ini mekanisme yang dinamis,” katanya.
<!--more-->
Terkait adanya kritik dari berbagai pihak yang menentang impor beras, Lutfi mengatakan masukan-masukan tersebut baik untuk memenuhi unsur keseimbangan bagi kebijakan yang akan diambil pemerintah. “Ini adalah proses check and balance,” tuturnya.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Achmad Baidowi, sebelumnya mempertanyakan rencana pemerintah mengimpor 1,5 juta ton beras. Ia menilai publik perlu tahu data valid tentang ketersediaan dan pasokan dari petani dalam negeri serta kebutuhan beras di dalam negeri
"Jika produksi beras nasional surplus, apa urgensi impor beras? Apa kebutuhan mendesaknya? Berapa kebutuhan beras nasional kita sehingga Pemerintah malah memilih mengimpor beras? Kemendag harus mengungkapkannya secara transparan," ujar Baidowi.
Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Febri Diaansyah, juga menyinggung banyaknya kasus korupsi di balik kebijakan impor setelah rencana impor beras mengemuka. Ia mengingat ada beberapa perkara rasuah yang pernah terjadi, seperti impor daging, impor gula, impor ikan, impor bawang putih, hingga impor tekstil.
"Dalam korupsi impor selalu ada rente di balik berbusa-busanya slogan impor demi mencukupi kebutuhan rakyat," ujar Febri dalam akun Twitter pribadinya, @febridiyansyah, 17 Maret.
Penerima suap, kata Febri, tak pelak adalah pejabat yang memiliki kewenangan, bahkan pemimpin partai politik. Ia mencontohkan kasus suap impor bawang putih. Dalam perkara itu, pejabat menerima fee mulai Rp 50 hingga Rp 1.700 per kilogram.
<!--more-->
Kritik pun datang dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Ia mengatakan panen dalam negeri tahun ini cukup baik untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Susi meminta Bulog tidak membuka keran impor. "Pak Buwas (Direktur Utama Bulog Budi Waseso), panen tahun ini sangat bagus .. jangan mau untk impor ...please fight Pak," kata Susi melalui akun Twitter pribadinya, @susipudjiastuti, Kamis, 18 Maret.
Susi beberapa kali menyentil soal rencana impor beras. Ia bahkan memohon kepada Presiden Joko Widodo untuk membatalkannya. Menurut Bos Susi Air ini, impor tidak krusial lantaran hasil panen petani dalam negeri masih melimpah.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca juga: Soal Impor Beras, Mendag: Jangan Salahkan Bulog, Saya yang Tanggung Jawab