Insentif PPN Hanya untuk Rumah Siap Huni, IPW: Kebijakan Setengah-setengah
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 2 Maret 2021 10:31 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda angkat bicara menanggapi insentif PPN untuk pembelian rumah baru yang baru saja dirilis pemerintah. Ia menyayangkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK/010/2021 itu membatasi insentif diberlakukan untuk rumah yang terbangun siap huni saja.
Artinya, kata Ali, pengembang harus segera membangun rumah yang terjual atau memang menjual rumah ready stock. Ia memperkirakan, pengembang akan kesulitan karena untuk rumah di atas Rp 1 miliar butuh waktu membangun lebih dari 6 bulan.
Seharusnya, menurut dia, pemerintah memahami hal tersebut di lapangan, dan tidak dibatasi aturan harus terbangun sampai 31 Agustus 2021. "Dikhawatirkan aturan ini tidak akan berjalan lancar ke depan dan hanya dinikmati oleh pengembang yang memiliki banyak rumah stock,” kata Ali dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Maret 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa aturan insentif untuk rumah siap huni ini diberikan agar stok rumah akan turun atau permintaan meningkat sehingga memacu kembali rumah baru lagi. Serta, untuk menghindari jangan sampai seolah-olah pemerintah hanya memihak kelompok menengah, di mana penghapusan PPN pun sudah berlaku untuk rumah subsidi FLPP.
Namun, Ali menjelaskan bahwa hal ini berbeda dengan aturan penghapusan PPN rumah FLPP karena tidak dibatasi periode 6 bulan. Meskipun dampaknya luar biasa, namun Ali menilai hanya sebagian pengembang yang memiliki rumah siap huni yang akan diuntungkan.
"Jangan sampai memberikan kesan bahwa kebijakan ini masih setengah-setengah. Bila fokus pemerintah hanya untuk menghabiskan stok rumah, rasanya kurang tepat," ujar Ali.
Menurut Ali, yang harus difokuskan pemerintah adalah potensi daya beli yang besar di masyarakat menengah untuk membeli rumah baru dan tidak dibatasi hanya untuk rumah siap huni. "Paling tidak ada progress bangunan sampai batas akhir periode relaksasi."
<!--more-->
Dalam keterangannya kemarin, pemerintah resmi memberikan insentif pajak di sektor properti agar bisa menyerap rumah yang siap huni atau ready stock. Insentif berupa pembebasan pajak pertambahan nilai atau PPN tersebut diberikan agar jumlah rumah yang siap huni menurun karena permintaan meningkat, sehingga memacu kembali pembangunan rumah baru lagi.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan salah satu alasan pemberian insentif relaksasi perumahan ini karena masih banyak pasokan rumah yang telah dibangun oleh pengembang pada 2020 dan 2021 yang belum terserap pasar.
"Kebijakan ini juga membantu masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak unik yang sudah ada di pasar perumahan mengenai pembebasan PPN," ujar Basuki, Senin, 1 Maret 2021.
Adapun insentif pajak yang diberikan pemerintah berupa PPN atas penyerahan rumah tapak dan rumah susun yang ditanggung oleh pemerintah selama 6 bulan untuk masa pajak Maret hingga Agustus 2021.
Mekanisme pemberian insentif menggunakan PPN yang ditanggung pemerintah (DTP) dengan besaran 100 persen dari PPN yang terutang atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar.
Kemudian pemberian insentif 50 persen dari PPN terutang atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual di atas Rp 2 miliar sampai dengan Rp 5 miliar.
Insentif PPN ini hanya diberikan kepada rumah yang memiliki kriteria antara lain memiliki harga jual maksimal Rp 5 miliar dan diserahkan secara fisik pada periode pemberian insentif. Rumah yang diberikan merupakan rumah baru yang saat diserahkan dalam kondisi huni.
Baca: Bebas PPN Tak Bisa untuk Rumah Inden, Begini Penjelasan Menteri PUPR