Indef Sebut Insentif PPnBM Banyak Mudarat, Apa Saja?
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Kodrat Setiawan
Selasa, 23 Februari 2021 14:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom Institute For Development of Economics and Finance atau Indef, Esther Sri Astuti, menilai insentif pajak penjualan barang mewah atau PPnBM mobil tidak memiliki manfaat atau dampak bagi pertumbuhan ekonomi. Kebijakan itu justru menimbulkan banyak mudarat, mulai menurunnya penerimaan pajak hingga masalah lingkungan.
“Saya mengimbau pemerintah berfokus ke penanganan pandemi, jangan malah mengobral tax insentive (insentif pajak) karena tax ratio kita rendah,” ujar Esther dalam diskusi online Indef pada Selasa, 23 Februari 2021.
Berdasarkan simulasinya, penurunan pajak otomotif memiliki dampak nol persen terhadap pertumbuhan gross domestic product (GDP) riil, pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran riil agregat. Kelonggaran ini pun hanya akan berdampak minim terhadap konsumsi rumah tangga sebesar 0,1 persen; indeks volume impor 0,46 persen; dan indeks volume ekspor 0,19 persen.
Esther memprediksi penjualan mobil setelah relaksasi PPnBM berlaku tidak akan meningkat signifikan. Sebab, pertumbuhan penjualan kendaraan sudah relatif tinggi dalam beberapa tahun terakhir, yakni 5 persen, tanpa ada insentif.
Dari sisi penerimaan pajak, Esther menduga terdapat potensi kehilangan penerimaan pajak sebesar Rp 2,28 triliun bila relaksasi berlaku. Di saat yang sama, kebijakan ini akan mengurangi pendapatan pajak daerah.
Selain mengganggu penerimaan pajak, insentif PPnBM berpengaruh terhadap masalah sosial dan lingkungan lantaran meningkatnya kemacetan bila terjadi peningkatan penjualan mobil. Tidak hanya di Jakarta dan sekitarnya, problem kemacetan akan dihadapi di kota-kota lainnya sehingga masalah polusi lingkungan bertambah.
<!--more-->
Dengan begitu, insentif PPnBM mobil dinilai tak sejalan dengan upaya pemerintah mengurangi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil. “Apalagi kebanyakan kendaraan bermotor di Indonesia berbahan bakar fosil, sedangkan seharusnya kita lebih menggunakan bahan bakar energi terbarukan,” kata Eshter.
Eshter melanjutkan, upaya pemerintah memberi insentif PPnBM akan sia-sia. Ketimbang memberikan keringanan bagi pembelian kendaraan bermotor, ia menyarankan pemerintah membuat kebijakan untuk mendorong penjualan mobil listrik atau kendaraan yang berbahan ramah energi.
Ia membandingkan dengan negara-negara lain seperti Belanda, Norwegia, dan Jepang yang saat ini telah memiliki skema insentif bagi penjualan kendaraan nol-emisi. “Di Belanda, pemerintah telah membebaskan pajak untuk mobil tanpa emisi,” kata dia.
Pemerintah memutuskan memberikan insentif PPnBM untuk menggenjot industri otomotif di Tanah Air. Potongan pajak diberikan untuk mobil 1.500 cc ke bawah dalam tiga skema 100 persen (Maret-Mei 2021), 50 persen (Juni-Agustus 2021), dan 25 persen (September-November 2021).
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan insentif PPnBM dapat meningkatkan purchasing power masyarakat dan memberikan jumpstart pada perekonomian.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca juga: Indef Sebut Dampak Insentif PPnBM ke Pertumbuhan Ekonomi Sangat Kecil