Sri Mulyani Ungkap Sederet Aturan Perpajakan untuk Lembaga Pengelola Investasi
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Senin, 1 Februari 2021 14:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan sederet perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan Lembaga Pengelola Investasi dan atau entitas yang dimilikinya sesuai Rancangan Peraturan Perpajakan (RPP) yang disusun pemerintah.
"RPP ini sangat singkat hanya 13 pasal. Pertama adalah perlakuan perpajakan atas transaksi pengalihan aset yang diterima LPI pada saat masa investasi yakni dari PMN ke pemerintah dan dari BUMN," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 1 Februari 2021.
Dia mengatakan penyertaan modal negara dalam bentuk cash Rp 15 triliun yang sudah dilakukan, berdasarkan RPP tersebut, bukan lah obyek Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai. "Jadi RPP ditegaskan sama, untuk PMN baik dari pemerintah maupun BUMN mereka non-obyek PPh dan PPN," katanya.
Berikutnya, pada pengalihan saham yang selama ini adalah obyek dari Pajak Penghasilan atas capital gain atau selisih nilai pengalihan dengan nilai perolehan. Berdasarkan UU PPh, tarifnya adalah 22 persen.
Sehingga berdasarkan aturan saat ini, saham pemerintah adalah non-obyek PPh karena pemerintah non-subyek pajak. Namun, saham BUMN adalah obyek PPh dan dilaporkan SPT tahunan PPh BUMN terkait.
"Untuk pengalihan ini saham pemerintah tetap non obyek PPh karena pemerintah non-subyek pajak, untuk saham BUMN adalah obyek PPh dan dilaporkan dalam SPT tahunan dari BUMN yang bersangkutan. Jadi treatment tidak berbeda untuk LPI," ujar Sri Mulyani.
<!--more-->
Selanjutnya, PMN dalam bentuk tanah dan bangunan kepada LPI merupakan obyek bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dengan tarif 5 persen. Aturan saat ini, BPHTB dikapitalisasi sebagai harga perolehan aset.
Nantinya, Lembaga Pengelola Investasi tetap membayar BPHTB dan tidak akan mempengaruhi hak pemerintah daerah. Namun BPHTB yang dibayar bisa menjadi pengurang penghasilan bruto pada tahun pajak saat tanah dan bangunan diperoleh. "Insentifnya dia bisa dilakukan pengurangan pajak, dianggap dibiayakan," ujar Sri Mulyani.
Untuk perolehan tanah dan bangunan yang berasal dari BUMN, selama ini merupakan obyek dari capital gain, pengalihan tanah dan bangunan atau bea perolehan atas tanah dan bangunan. "Ada dua pajak, capital gain tax dan BPHTB. Untuk capital gain tax tarifnya 2,5 persen dan BPHTB 5 persen."
Aturan saat ini, tutur dia, bagi BUMN dikenakan PPh Final 2,5 persen dari nilai bruto. Sedangkan pada LPI, BPHTB terutang 5 persen dari bruto dan dikapitalisasi sebagai harga perolehan. "Dalam rencana pengaturan LPI, bagi BUMN tetap membayar PPh final 2,5 persen dari bruto sesuai PP 34/2016, sedangkan bagi LPI BPHTB yang dibayarkan jadi biaya pengurang penghasilan bruto tahun pajak tanah dan bangunan diperoleh," katanya.
Berikutnya, pengalihan tanah dan bangunan dari LPI ke entitas selama ini adalah obyek capital gain dengan tarif 2,5 persen dan bea perolehan atas tanah dan bangunan dengan tarif 5 persen. Bagi LPI, PPh Final 2,5 persen dari bruto tetap dibayarkan dan bagi entitas yang dimiliki atau dikuasakelolakan 5 persen dari bruto BPHTB.
"Itu dapat dikapitalisasi sebagai harga perolehan aset. Jadi bagi entitas yang dimiliki atau dikuasakelolakan LPI tetap membayar BPHTB tapi bisa biayakan sebagai pengurangan penghasilan bruto di tahun pajak tanah dan bangunan diperoleh," tutur dia.
<!--more-->
Untuk transaksi di masa kepemilikan, kata Sri Mulyani, perlakuan pajak diatur ke bunga pinjaman dari kuasa kelola. "Kalau kuasa kelola meletakkan dana di LPI dan sebelum diinvestasikan dapat bunga, bunga pinjaman atau yang ditatakelolakan obyek pajak dan tarifnya 15 persen PPh 23," ujar dia. Rencananya, bunga itu nantinya tidak dipotong PPh Pasal 23 dan dilaporkan LPI dalam SPT Tahunan PPh.
Selanjutnya, dividen yang diterima mitra investasi subyek pajak LN dari dana yang dikuasakelolakan. Ini merupakan obyek pajak dividen terutama dibayarkan ke luar negeri dengan tarif selama ini 20 persen.
"Atau kalau subyek pajak Luar Negeri-nya berasal dari daerah yang memiliki perjanjian untuk penghindaran pajak berganda, maka merk mengikuti tarif pajak P3B," ujar Sri Mulyani. Nantinya, LPI akan diperlakukan berbeda, yaitu apabila dividen dibayarkan kepada investor luar negeri, maka kena potongan pajak 7,5 persen.
Terakhir, adalah ketentuan apabila LPI keluar dari investasi atau likuidasi dari usaha yang dimiliki. Sri Mulyani mengatakan penghasilan mitra investasi subyek pajak luar negeri atas selisih lebih nilai likuidasi dengan nilai investasi awal, jika diinvestasikan kembali di Indonesia maka bukan menjadi objek pajak. Jika tidak diinvestasikan lagi, maka akan dipotong 7,5 persen.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Penjelasan Sri Mulyani Soal 3 Dewan Pengawas LPI Punya Masa Jabatan Berbeda