IHSG Diprediksi Berlanjut Rebound di 2021, Ini Sektor-sektor Potensial
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 31 Desember 2020 05:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus menunjukkan tanda perbaikan di penghujung tahun ini. Setelah sempat menyentuh level 3.000 pada Maret lalum indeks perlahan meniti tren kenaikan di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kinerja indeks 2020 lebih baik jika dibandingkan dengan bursa saham negara tetangga, seperti Thailand, Singapura, dan Filipina. Kondisi rebound ini diproyeksi terus berlanjut hingga 2021. Sejak berada di titik terendah pada 24 Maret 2020, indeks telah kembali meningkat hingga 51,84 persen.
“Pelaku pasar masih memiliki optimisme yang tinggi, dan tentunya rencana pelaksanaan vaksin massal di 2021 akan memberikan sentimen positif,” ujarnya di Jakarta, kemarin. Meski demikian, menurut dia kondisi pasar keuangan domestik masih diliputi ketidakpastian.
Indonesia masih dibayangi risiko peningkatan kasus Covid-19 yang muncul dari varian virus Corona baru. “Seluruh strategi dan kebijakan pemerintah untuk pengendalian pandemi perlu didukung oleh seluruh lapisan masyarakat.” Dengan demikian, tingkat kepercayaan masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi akan terus pulih.
Kepala Riset Mirrae Asset Sekuritas, Hariyanto Wijaya menambahkan tren penguatan indeks saham ke depan juga akan didorong oleh perbaikan pendapatan korporasi seiring dengan pemulihan ekonomi yang terjadi. Khususnya, kenaikan harga komoditas dunia. “Sektor pertambangan dan perkebunan akan kembali potensial, selain sektor andalan seperti perbankan layak dikoleksi di 2021,” katanya.
Pandemi terbukti telah menekan kinerja sektor keuangan. Tak hanya IHSG, nilai tukar rupiah turut terdepresiasi signifikan yaitu hingga mencapai level terendah Rp 16.500 per US$ di Maret lalu.
<!--more-->
Pada hari terakhir perdagangan kemarin, IHSG tercatat turun 0,95 persen ke level 5.979. Posisi tersebut melemah 5,09 persen dibandingkan penutupan akhir 2019 di level 6.299. Sebaliknya, kurs rupiah ditutup menguat 80 poin di level Rp 14.050 per US$ dari penutupan sebelumnya di level Rp 14.130 per US$.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan sepanjang 2020, otoritas pun telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menjaga daya tahan dan mengendalikan volatilitas pasar modal akibat gejolak perekonomian yang terdampak pandemi.
“Kami telah mengeluarkan banyak kebijakan pre-emptive dan luar biasa untuk tetap menjaga kepercayaan dan stabilitas pasar, serta memberikan ruang bagi sektor riil untuk bertahan dan menjaga fundamentalnya,” kata Wimboh.
Beberapa kebijakan tersebut antara lain pelarangan short selling, pemberlakuan trading halt untuk penurunan 5 persen dan asymmetric auto rejection, pemendekan jam perdagangan bursa, dan buyback saham oleh emiten tanpa melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam kondisi pasar yang berfluktuasi. “Kami berharap capaian tahun ini dapat menjadi katalis positif untuk mendorong kinerja pasar modal di tahun depan dan berkontribusi pada bangkitnya kondisi perekonomian.”
Direktur Utama PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk, Wilson Sofan mengatakan kinerja pasar modal berpeluang terus melaju di tahun depan dengan sejumlah sentiment penentu. Pertama, terkait dengan melimpahnya likuiditas di pasar keuangan, terutama stimulus penanggulangan Covid-19 di Amerika Serikat yang mencapai US$ 900 miliar.
“Ini akan membuat likuiditas pasar keuangan semakin deras dan diharapkan mengalir ke pasar negara berkembang termasuk Indonesia,” ucapnya. Walhasil, penanaman modal oleh investor asing di 2021 diproyeksi bakal melonjak, dibandingkan dengan posisi yang saat ini.
Baca: Tahun Depan, Bank Sumut Siap Melantai di Bursa Efek