Susi Pudjiastuti Minta Trenggono Tutup Keran Ekspor Terumbu Karang
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 30 Desember 2020 10:42 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Sakti Wahyu Trenggono untuk melarang ekspor koral atau terumbu karang. Susi meminta Trenggono yang kini menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut melarang Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan-Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menerbitkan health certificate untuk komoditas itu.
"Mohon koral/terumbu karang dilarang ekspor. BKIPM dibawah otoritas Bapak sbg MenKP. Jangan boleh terbitkan lagi Health Certificate. Kembalikan seperti sebelum akhir tahun 2019," cuit Susi di akun Twitter @susipudjiastuti, Rabu, 30 Desember 2020.
Cuitan Susi tersebut menanggapi cuitan Trenggono di akun @saktitrenggono. Trenggono sebelumnya mencuit soal potensi sektor kelautan di Indonesia. Ia mengatakan sektor tersebut memberikan dampak ekonomi sangat besar untuk Tanah Air.
"Diperlukan terobosan dengan berfikir out of the box tanpa melupakan kedaulatan dan keberlanjutan ekosistem laut agar potensi yang besar itu bisa dioptimalkan untuk kesejahteraan bangsa," tulis Trenggono.
Sebelumnya, ekspor karang hias sempat berhenti di era Susi Pudjiastuti. Dilansir dari Bisnis, pada era Menteri Edhy Prabowo, pemerintah membuka kembali keran ekspor untuk komoditas karang hias.
Informasi tersebut muncul setelah beredar dua surat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yakni Memo Pengangkutan Koral Karang Hias dan Nota Dinas Dirjen PRL ke Ka BKIPM tentang Perdagangan Karang Hias. Kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR Ri pada 25 November 2019.
<!--more-->
Salah satu rekomendasi yang tertera dalam Nota Dinas, meminta agar KKP kembali memberikan pelayanan penerbitan Health Certificate (HC) untuk perdagangan karang hias hasil transplantasi/budidaya dan pengambilan dari alam serta arahan Menteri Kelautan dan Perikanan yang disampaikan pada Rapat Penyampaian Roadmap Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut tanggal 27 Maret 2020.
Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah kepentingan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja sehingga perdagangan karang hias hasil transplantasi/budidaya maupun hasil pengambilan dari alam tetap dapat dilakukan dengan turut mempertimbangkan aspek legalitas, keberlanjutan dan ketertelusuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di dalam memorandum, tertera syarat dan kewajiban mengenai pengangkutan karang hias hasil transplantasi. "Setiap pengangkutan koral/karang hias hasil transplantasi wajib dilengkapi dengan Surat Keterangan Ketertelusuran yang diterbitkan oleh Kepala UPT Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (PSPL)," bunyi surat yang dikutip oleh Bisnis.com, Kamis, 21 Mei 2020.
SKK tersebut merupakan persyaratan dalam penerbitan Sertifikat Kesehatan Ikan (HC) oleh UPT Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan BKIPM. Memorandum tersebut juga menjelaskan jenis dan jumlah karang hasil transplantasi mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Stok pada 5-10 Desember 2019.
Selain itu, Layanan Penerbitan SKK hanya diberlakukan kepada perusahaan yang memiliki usaha transplantasi karang hias yang terdapat di BAP Stok, dan hanya dilakukan di 4 provinsi, yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali.
CAESAR AKBAR | BISNIS
Baca: Sebab Susi Pudjiastuti Ngotot Tolak Ekspor Benih Lobster Meski Tak Lagi Menteri