Lesunya Permintaan Layanan Transportasi Online Diprediksi Berlanjut ke 2021
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 30 Desember 2020 04:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Permintaan terhadap layanan antar jemput transportasi online yang turun tahun ini diperkirakan berlanjut pada 2021. Perusahaan penyedia jasa transportasi online berinovasi untuk menutupi penurunan pendapatan dari sektor tersebut.
Associate Center of Innovation and Digital Economy INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara, menyatakan pembatasan mobilitas untuk mengurangi penyebaran virus masih akan menghambat pertumbuhan transportasi penumpang online.
Meski program vaksinasi terlaksana tahun depan, distribusi anti virus Covid-19 membutuhkan waktu hingga kekebalan komunitas dapat terbentuk. "Jadi ride hailing tren pertumbuhannya masih akan rendah," kata dia, Selasa 29 September 2020.
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA yang dirilis 2020 yang dirilis Google, Temasek, Bain & Company November lalu, pendapatan di sektor transportasi online menurun 18 persen dibandingkan 2019. Nilainya menurun dari US$ 6 miliar menjadi US$ 5 miliar.
Head of Corporate Communications Google Indonesia, Jason Tedjasukmana menyatakan dampak terbesar dialami layanan transportasi online. Penutupan sejumlah wilayah menyebabkan mobilitas menurun. Namun kondisinya berbeda dengan layanan pengiriman makanan. "Layanan ini justru mengalami peningkatan meskpun tidak cukup untuk mengimbangi kontraksi pada jasa transportasi," ujarnya.
<!--more-->
Sejalan dengan data tersebut Bhima menyatakan ekspansi dari bisnis ride hailing lebih berpeluang tumbuh besar. Dia memantau adanya tren bisnis kuliner dengan konsep cloud kitchen. Restoran dengan konsep ini tidak melayani makan di tempat dan hanya menawarkan fasilitas pengiriman makanan. Selain itu, layanan pembayaran digital dan pengiriman barang juga akan berkembang mengingat tingginya transaksi belanja digital.
Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi, membenarkan pembatasan sosial skala besar selama pandemi membuat transportasi penumpang menurun drastis. "Tapi semua itu dikompensasi dengan layanan lain," katanya. Dia mencontohkan layanan pengiriman makanan dan belanja meningkat hingga lebih dari 100 persen.
Melihat potensi tersebut pada April lalu Grab meluncurkan fitur Grab Assistant. Pelanggan Grab dapat menggunakannya untuk berbelanja kebutuhan tanpa harus keluar rumah. Berbeda dengan Grab Mart yang berlaku di toko mitra tertentu, Grab Assistant bisa digunakan untuk berbelanja di toko manapun asalkan alamat toko dan nomor narahubung tercantum jelas.
Penurunan permintaan terhadap transportasi online juga diamini Co-CEO Gojek, Kevin Aluwi. "Pendapatan mitra driver ada penurunan karena volume transportasi cukup terpukul," tuturnya. Namun kondisinya bertolak belakang dengan layanan pengirimann makanan dan belanja. Perusahaan mencatat kenaikan nilai transaksi kotor layanan grocery hingga 500 persen. Ekosistem merchant GoFood juga tercatat tumbuh 80 persen di tengah pandemi. Saat ini, layanan tersebut telah menggandeng 900 ribu mitra dari sebelumnya 500 ribu di 2019.
Pandemi membuat Gojek menghentikan hubungan kerja dengan 430 karyawan. Perusahaan pun menutup dua layanan non-inti yakni GoLife yang menyediakan jasa pijat dan bersih-bersih serta GoFood Festival akibat pandemi Covid-19. Gojek kini memilih fokus pada inovasi, otomatisasi, dan sumber daya manusia.
Baca: ADB Sebut Pemulihan Ekonomi Tak Bisa Berlangsung Cepat, Alasannya Ini
YOHANES PASKALIS | CAESAR AKBAR | VINDRY FLORENTIN