Benarkah Muhammadiyah Akan Tarik Dana dari BRI Syariah untuk Bikin Bank Syariah?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 29 Desember 2020 06:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agung Danarto menanggapi kabar adanya survei yang dibuat terkait dengan penarikan dana dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk. untuk pendirian Bank Syariah Muhammadiyah.
Agung memastikan bahwa PP Muhammadiyah tidak mengadakan dan tidak menugaskan majelis, lembaga, atau individu manapun untuk mengadakan survei pendirian Bank Syariah Muhammadiyah.
"PP muhammadiyah tidak ada mengadakan survei terkait dengan pendirian Bank Syariah Muhammadiyah," kata Agung seperti dikutip dari postingan di akun Instagram @tvmuhammadiyah, Senin, 28 Desember 2020.
Pernyataan Agung merespons pemberitaan soal Anggota Tim 20 Inisiator Bank Syariah Muhammadiyah yang mengklaim bahwa sebagian besar warga Muhammadiyah meminta pembentukan bank syariah. Sebanyak 90 persen dari partisipan disebutkan dengan tegas meminta kepada PP Muhammadiyah dalam Muktamar yang ke-48 di Solo Jawa Tengah merekomendasikan Bank Syariah Muhammadiyah.
Lebih jauh Agung menegaskan pandangan Muhammdiyah terkait merger bank syariah milik BUMN masih sama seperti yang disampaikan dalam konferensi pers pada Selasa pekan lalu. Saat itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah kantor Yogyakarta Haedar Nashir menyampaikan sejumlah tuntutan resmi.
Haedar pada pekan lalu menyoroti soal transparansi dan akuntabilitas terkait dengan perkembangan mega merger anak usaha syariah bank BUMN. "Dalam waktu dekat, Pimpinan Pusat Muhammadiyah akan menerbitkan petunjuk teknis yang terkait dengan dana amal usaha dan Persyarikatan yang disimpan di tiga bank syariah pemerintah dan penempatan dana setelah BSI mulai beroperasi," katanya dalam konferensi pers PP Muhammadiyah, Selasa, 22 Desember 2020.
<!--more-->
Sedikitnya ada enam poin tuntutan Muhammadiyah terkait Bank Syariah Indonesia. Keenam tuntutan itu adalah:
Pertama, BSI sebagai bank syariah maupun lembaga perbankan milik negara pada umumnya hendaknya benar-benar menjadi perbankan Indonesia yang dikelola secara good governance, profesional, dan terpercaya untuk sebesar-besarnya hajat hidup dan peningkatan taraf hidup rakyat.
Pengelolaan dan manajemen BSI harus benar-benar dikontrol dengan seksama, transparan, dan akuntabel sehingga sejalan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku serta tidak ada pihak manapun yang menyalahgunakan dan memanfaatkan perbankan Indonesia untuk kepentingan yang bertentangan dengan asas, fungsi, dan tujuannya.
Kedua, BSI dan perbankan Indonesia pada umumnya harus memiliki kebijakan khusus yang bersifat imperatif yang lebih besar/maksimal (minimal 60 persen untuk pembiayaan UMKM) untuk akselerasi pemberdayaan, penguatan, dan pemihakan yang tersistem kepada UMKM dan kepentingan mayoritas rakyat/masyarakat kecil.
Kinerja dan keberhasilan BSI hendaknya tidak dinilai dari laba, tetapi sejauh mana membantu menciptakan lapangan kerja dan tujuan sosial meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kebijakan tersebut dapat mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi sekaligus terwujudnya pasal 33 UUD 1945 dan sila kelima Pancasila. Bila kesenjangan sosial-ekonomi dibiarkan akan merusak kebersamaan dan persatuan Indonesia.
BSI dan perbankan pada umumnya tidak menjadi lembaga yang memberi kemudahan dan dimanfaatkan oleh kelompok yang memiliki akses kuat secara ekonomi, politik, dan sosial manapun.
<!--more-->
Ketiga, BSI sesuai wataknya sebagai bank syariah sangat tepat apabila mendeklarasikan diri sebagai bank yang fokus kepada UMKM untuk percepatan perwujudan keadilan sosial-ekonomi secara lebih progresif di negeri ini. BSI yang berlabel syariah secara khusus penting menaruh perhatian, pemihakan, dan kebijakan imperatif pada program penguatan dan pemberdayaan ekonomi umat Islam yang sampai saat ini masih lemah secara ekonomi.
Kebijakan khusus tersebut sebagai perwujudan dari keadilan distributif dalam bingkai aktualisasi persatuan Indonesia. Bila umat Islam kuat maka bangsa Indonesia pun akan menjadi kuat dan maju.
Keempat, Muhammadiyah dengan seluruh amal usaha (AUM) dan jaringan organisasinya yang luas didukung pengalaman manajemen profesional dan sumber daya manusia dengan spirit Al-Qur’an, terutama surah al-Ma‘un, siap secara konsep dan langkah nyata untuk mengembangkan program UMKM dan ekonomi kerakyatan.
Hal itu sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan New Economic Policy yang berbasis pada Kebijakan Ekonomi Berkeadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
Kelima, Muhammadiyah mengajak kepada seluruh komponen bangsa khususnya yang memiliki kekuatan dan akses ekonomi-politik yang kuat untuk berbagi dan bersatu langkah dalam penguatan UMKM dan pemberdayaan ekonomi rakyat kecil demi terwujudnya keadilan sosial di Indonesia.
Keenam, kepada pimpinan amal usaha Muhammadiyah dan pimpinan Persyarikatan di semua tingkat hendaknya mengikuti kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Haedar menjelaskan, pandangan terkait BSI tidak ada kaitan dengan signifikansi dana pihak manapun yang disimpan di bank syariah tersebut. Akan tetapi lebih karena menyangkut tuntutan akuntabilitas publik terhadap BSI sebagai badan usaha milik negara yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagaimana perintah Undang-undang.
BISNIS
Baca: Bank Syariah Indonesia Klaim Sudah Dapat Dukungan dari Muhammadiyah