Jumlah Wisatawan ke Australia Lebih Sedikit, tapi Devisa Lebih Besar dari RI
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 14 Desember 2020 12:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tidak akan lagi mengutamakan kuantitas kunjungan wisatawan asing atau wisman pasca-pandemi Covid-19. Kementerian telah mengubah konsep peta jalan pariwisata dengan mengedepankan kualitas atau belanja wisman per kunjungan demi mendongkrak pendapatan devisa.
“Atas dasar benchmarking kita dengan negara tetangga, yang jumlah kunjungannya lebih sedikit tapi devisanya lebih tinggi,” ujar Staf Khusus Menteri Bidang Digital dan Industri Kemenparekraf Ricky Pesik dalam diskusi virtual bersama Tempo bertajuk ‘Peluang Investasi Pembangunan Infrastruktur, Perhubungan, dan Wisata’, Senin, 14 Desember 2020.
Ricky lantas mencontohkan salah satu negara dengan pedapatan devisa pariwisata tinggi, yakni Australia. Menurut dia, jumlah wisman Negeri Kanguru jauh lebih sedikit dari Indonesia, namun rata-rata pengeluaran turis per hari lebih besar. Pada 2019, jumlah wisman Australia sekitar 12 juta orang, sedangkan Indonesia sebesar 16 juta orang.
Untuk meningkatkan kualitas kunjungan, Ricky mengatakan Kementeriannya telah menyusun sejumlah langkah strategis, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, Kementerian membekali pelaku-pelaku usaha pariwisata di seluruh destinasi, termasuk desa wisata, dengan sertifikasi CHSE atau clean, health, safety, and environment secara gratis.
<!--more-->
Sertifikasi ini dianggap penting untuk memastikan pelaku usaha wisata menerapkan protokol kesehatan dan keamanan secara tertib di tengah pandemi Covid-19. Sertifikasi CHSE diharapkan mengembalikan kepercayaan turis terhadap pariwisata Indonesia.
“Supaya ketika pariwisata dibuka untuk internasional, mereka (wisman) merasa aman mengunjungi Indonesia,” ucap Ricky.
Di samping itu, dalam jangka pendek, Kementerian menetapkan target promosi wisata ditajamkan untuk destinasi-destinasi matang atau low hanging fruits, seperti Bali, Yogyakarta, Bandung, dan Bintan. Tempat-tempat tujuan ini akan didorong setelah pemerintah membuka secara resmi travel bubble dengan beberapa negara. “Sambil menunggu penggarapan lima destinasi superprioritas selesai,” katanya.
Sedangkan untuk jangka panjang, Kementerian akan mendorong Bali menjadi superhub sehingga konektivitas wisman semakin terbuka. Bali nantinya digadang-gadang menjadi pesaing Singapura yang saat ini merupakan negara hub. “Kalau mau tambah kapasitas kunjungan dengan konektivitas dengan kondisi capacity load yang ada saat ini, penambahannya tidak mungkin eksponensial,” ucap Ricky.
Baca: Trending Bisnis: Jokowi Sebut Kontraksi Bali Terparah hingga Tarif Listrik Turun