Gasifikasi Batu Bara PT Bukit Asam Jadi Proyek Strategis Nasional
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Kodrat Setiawan
Selasa, 1 Desember 2020 17:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Proyek gasifikasi batu bara di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, yang digagas oleh PT Bukit Asam Tbk ditetapkan menjadi proyek strategis nasional (PSN). Penetapan itu berlaku melalui terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 109 Tahun 2020 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 17 November 2020.
"Perpres Nomor 109 Tahun 2020 merupakan revisi Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional," kata Corporate Secretary PT Bukit Asam Tbk Apollonius Andwie C dalam keterangan tertulis, Selasa, 1 Desember 2020.
Dalam Perpres sebelumnya, proyek gasifikasi batu bara PTBA bersama PT Pertamina (Persero) dan Air Products and Chemical Inc dimasukkan
sebagai proyek prioritas nasional. Selain proyek gasifikasi batu bara, pemerintah menetapkan Kawasan Industri Tanjung Enim sebagai bagian dari proyek strategis nasional.
Tanjung Enim, kata dia, akan menjadi kawasan industri untuk pengembangan industri hilirisasi batu bara. Naiknya status proyek gasifikasi batu bara sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional merupakan
sinyal positif dan dukungan besar dari pemerintah untuk mempercepat pengoptimalan sumber daya alam yang berlimpah di negeri ini demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tertuang dalam tujuan Perpres Nomor 109 Tahun 2020.
Proyek gasifikasi batu bara merupakan program pemrosesan batu bara menjadi dimethyl ether (DME) untuk digunakan sebagai alternatif pengganti LPG. Proyek ini dikembangkan dan dilaksanakan bersama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero), dan Air Products and Chemicals Inc sebagai investor dengan nilai investasi berkisar US$ 2,1 miliar.
Pabrik gasifikasi batu bara akan mengolah sebanyak 6 juta ton batu bara per tahun untuk diproses menjadi 1,4 juta ton dimethyl eter (DME).
<!--more-->
"Produk ini mampu membantu mengurangi impor LPG sebanyak lebih dari 1 juta ton per tahun," ujarnya.
Pengurangan impor LPG tersebut dapat menghemat cadangan devisa negara sebesar Rp 8,7 triliun per tahun atau Rp 261 triliun selama 30 tahun. Selain membawa sejumlah manfaat, kata dia, yang sudah disebutkan di atas, hilirisasi batu bara tentunya juga memiliki multiplier effect atau efek berkesinambungan bagi Indonesia.
Di antaranya adalah:
- Multiplier effect berupa manfaat langsung yang diperoleh pemerintah senilai Rp 800 miliar per tahun atau Rp 24 triliun selama 30 tahun
- Penghematan neraca perdagangan sebesar kurang lebih Rp 5,5 triliun per tahun atau senilai Rp 165 triliun selama 30 tahun
- Pemberdayaan industri nasional dengan melibatkan tenaga lokal dan penyerapan jumlah tenaga kerja sebanyak 10.570 orang saat tahap konstruksi dan 7.976 orang selama masa operasi.
"Proyek gasifikasi batu bara jangan hanya dipandang dari sisi komersial, tapi juga harus dilihat sebagai sebuah proyek pioneer untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi Indonesia di masa mendatang," ujar dia.
HENDARTYO HANGGI
Baca juga: Gasifikasi Batu Bara, Bos Bukit Asam: DME Lebih Murah dari LPG