Pekerja menggunakan alat berat saat menyimpan kemasan botol kaleng minuman yang siap dikirim oleh PT Multi Bintang Indonesia (MBI) Tbk di Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Mojokerto, Jawa Timur, 18 Mei 2016. TEMPO/ISHOMUDDIN
TEMPO.CO, Jakarta - PT Multi Bintang Indonesia Tbk buka suara terkait pembahasan Rancangan Undang Undang atau RUU Minuman Beralkohol yang sedang digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
Direktur Corporate Affairs Multi Bintang Indonesia Ika Noviera menjelaskan bahwa perseroan merupakan pionir di industri bir Indonesia. Usia perseroan sudah mencapai 89 tahun pada 2020. “Sebagai perusahaan yang sudah cukup lama, kami selalu menghormati peraturan yang berlaku di negara ini,” ujarnya dalam paparan publik secara virtual, Jumat, 27 November 2020.
Ika mengatakan produk minuman beralkohol harus diproduksi, dijual, dan dinikmati secara bertanggung jawab. Pihaknya mengklaim terus melakukan program atau inisiatif untuk memastikan penjualan produk dilakukan secara bertanggung jawab.
Dia menyebut perseroan telah mengikuti perkembangan RUU Minuman Beralkohol. Menurutnya, beleid itu bukan merupakan topik baru dan sudah ada sejak 2015 serta menjadi inisiatif parlemen.
“Seperti yang dilaporkan, pemerintah juga mengatakan saat ini proses masih sangat tahap awal diskusi di sisi parlemen dan karena tahap ini masih di sisi parlemen dan tahapan awal, kami tidak mau membuat asumsi atau berspekulasi untuk apa yang akan terjadi,” katanya.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, saat ini RUU Minuman Beralkohol sudah masuk dalam tahap harmonisasi di DPR. <!--more--> Beleid itu akan mengatur sejumlah jenis minuman beralkohol yaitu yang berkadar etanol 1-5 persen, 5-20 persen, 20-55 persen, minuman beralkohol tradisional, serta campuran atau dikenal oplosan.
Beleid itu juga mengatur minuman beralkohol hanya boleh untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
Adapun, sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan berupa hukum pidana berupa penjara 3 bulan sampai 10 tahun dan denda mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 1 miliar.