Edhy Prabowo Dikabarkan Ditangkap KPK, Ini Awal Cerita Ekspor Benih Lobster
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 25 November 2020 08:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dikabarkan ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada Rabu dinithari, 25 November 2020. Menurut sumber Tempo, Edhy ditangkap di Bandara Internasional Soekarno Hatta, sepulangnya dari Amerika Serikat.
Penangkapan disinyalir berhubungan dengan ekpsor benih bening lobster (BBL). "Ditangkap jam 01.23," tutur sumber itu.
Sedari awal pembukaan keran ekspor BBL, kebijakan ini menuai kontroversi. Kebijakan tersebut menganulir peraturan menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti, yang melarang pengiriman BBL ke luar negeri.
Berikut ini sederet kontroversi terkait BBL.
- Desember 2019, Edhy berencana buka ekspor BBL
Edhy mengungkapkan rencana membuka kembali keran ekspor benih lobster pada Desember 2019. Edhy kala itu mengatakan kebijakan ekspor benih lobster belum diputuskan karena pemerintah masih terus mengkaji dan meminta masukan dari berbagai pihak.
"Ini memang belum kami putuskan karena baru dalam tahap pendalaman. Sebab ada 29 peraturan yang sedang kami rapihkan. Kami minta masukan karena ini adalah salah satu yang menjadi polemik," ujar Edhy, 12 Desember.
<!--more-->
Kebijakan ini kemudian kontroversial. Susi Pudjiastuti menyayangkan rencana Edhy mengekspor benih lobster. Sebab, lobster yang diekspor saat sudah dewasa, bernilai ekonomi sangat tinggi. Itu alasannya mengekspor benih lobster sangat merugikan nelayan.
"Nelayan enggak boleh bodoh atau kita akan dirugikan kalau itu dibiarkan," kata Susi melalui Twitternya, Desember silam.
- Desember 2019, muncul penolakan dari pemerhati lingkungan
Lembaga pemerhati lingkungan hidup, Blue Green Indonesia (BGI), menolak rencana Edhy Prabowo yang ingin membuka kembali keran ekspor benih lobster pada akhir 2019 lalu. ''Kebijakan itu terlalu tergesa-gesa,'' kata Ketua Umum BGI Dian Sandi Utama melalui rilisnya kepada Tempo di Mataram, Ahad 15 Desember 2019.
Dia menyarankan Edhy Prabowo memperbanyak kunjungan ke beberapa daerah untuk menemui para nelayan dan masyarakat yang bergerak di bidang budidaya. Tujuannya, wacana ekspor benur tidak menjadi kontroversi seperti sekarang ini.
Namun, terkait penolakan, Edhy berulang-ulang menanggapi bahwa kebijakan ini bertujuan menyejahterakan nelayan. “Kami ingin memfasilitasi masyarakat yang tadinya hidupnya terganggu dari menangkap benih lobster kini bisa hidup kembali," kata Edhy dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, awal Juli lalu.
<!--more-->
- Mei 2020, aturan ekspor BBL terbit
5 Mei 2020, Edhy Prabowo mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Aturan ini berisi ketentuan pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan yang menjadi payung hukum benih bening lobster. Sebulan kemudian, KKP menetapkan 31 nama perusahaan yang mengantongi izin ekspor.
- Juni 2020, nama eksportir yang mengantongi izin diduga berisi orang partai
Kementerian KKP memberikan izin ekspor benur kepada 31 perusahaan yang seluruhnya berbentuk perseroan terbatas, persekutuan komanditer alias CV, dan usaha dagang atau UD pada awal Juni 2020. Berdasarkan temuan Tempo, beberapa kader partai diduga menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan ini. Tempo juga menemukan nama-nama kader Partai Gerindra.
Edhy Prabowo pun menjawab temuan Tempo terkait munculnya sederet nama kader Partai Gerindra itu. Dia mengatakan, jumlah nama kolega separtainya yang ia kenal di posisi strategis perusahaan tersebut tidak lebih dari lima orang, bahkan hanya dua orang.
“Dihitung yang diceritakan (Majalah Tempo) mungkin tidak lebih dari 5 orang atau hanya dua orang yang saya kenal. Tapi sisanya yang 26, atau 24 orang itu, siapa? Itu orang Indonesia,” tutur Edhy Prabowo dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, 6 Juli lalu.
<!--more-->
- Juni 2020, ekspor perdana bermasalah
Ekspor benur perdana dilakukan pada 12 Juni 2020. Namun, ekspor pertama ini diduga tak memenuhi syarat yang tadinya didengungkan KKP. Dua perusahaan pengirim benur, PT Aquatic SSLautan Rejeki dan PT Tania Asia Marina, yang akan mengirimkan komoditas ini ke Vietnam dengan armada carter berkode terbang VN 5630, disinyalir tidak membayar pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kedua perusahaan kala itu tidak berkomentar.
Walhasil, kepabeanan sempat menyegel benih itu. “Eksportir tidak memenuhi syarat bea keluar dan PNBP, kuota, hingga ukuran benih seperti diatur dalam Peraturan Menteri 12 Tahun 2020,” tutur sumber Tempo di Bea Cukai yang mengetahui proses ekspor itu. Bea Cukai juga mencegah 134.119 ekor BBL yang akan dikirimkan ke Vietnam.
Pernyataan serupa dilontarkan sumber Tempo di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dia bahkan menyatakan lingkup internal Kementerian dibuat geger akibat ekspor benur pada pertengahan Juni lalu itu sama sekali tidak dikenai PNBP. Sumber lain di kementerian yang sama memberi konfirmasi bahwa tidak ada pemasukan untuk negara dari pengiriman benih lobster itu. “Pengekspor belum membayar apa pun,” katanya.
Namun, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Andreau Pribadi, menjelaskan pada 19 Juni lalu bahwa kedua perusahaan sudah memiliki bank garansi untuk mematuhi ketentuan ekspor. “PNBP sudah clear. Saat ini perusahaan memakai bank garansi,” ucapnya.
<!--more-->
- September 2020, Bea Cukai gagalkan ekspor benih lobster
Kantor Bea dan Cukai Soekarno-Hatta menggagalkan 1,5 juta ekor benih bening lobster yang akan diekspor ke Vietnam pada Selasa, 15 September 2020. Ekspor benih lobster itu didaftarkan oleh 14 perusahaan eksportir dengan tujuan Kota Ho Chi Minh City.
“Setelah dilakukan analisis, terdapat 20 dokumen PEB yang didaftarkan oleh 14 eksportir yang berbeda. Kami berkoordinasi dengan Polresta Bandara Soekarno Hatta dan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil perikanan Jakarta I Bandara Soekarno Hatta melakukan penindakan atas kasus ini,” ujar Kepala Bea Cukai Soekarno-Hatta Finari Manan, 18 September.
Finari menjelaskan, komoditas tersebut sejatinya sudah nyaris diangkut ke Vietnam. Benih lobster yang dikemas dalam tiga ratusan koli telah berada di samping badan pesawat untuk dilakukan loading atau pemuatan.
Curiga terdapat selisih dokumen, petugas Bea Cukai menarik kembali koli-koli tersebut. Tim, kata Finari, berhasil menarik 315 koli yang terdaftar di 19 pemberitahuan ekspor barang (PEB) dari total 20 PEB.
- November 2020, KPPU gelar penelitian dugaan monopoli bisnis ekspor BBL
KPPU mengendus adanya dugaan monopoli terhadap entitas pengirim ekspor benih lobster yang melibatkan satu perusahaan. Komisioner KPPU, Guntur Syah Saragih, mengatakan lembaganya sedang melakukan penelitian untuk mendalami dugaan monopoli ekspor benih lobster tersebut.
“Ada kegiatan jasa pengiriman yang terkonsentrasi pada satu pihak tertentu. KPPU mengendus tidak adanya persaingan usaha di sana,” ujar Guntur, 12 November 2020.
<!--more-->
Penelitian ini berangkat dari laporan asosiasi yang bergerak di bidang industri benih lobster BBL kepada KPPU beberapa waktu lalu. Asosiasi yang tak dirincikan namanya tersebut menyatakan bahwa eksportir saat ini hanya bisa mengirimkan komoditasnya melalui satu perusahaan pengiriman (forwarder). Pengiriman pun dipusatkan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Padahal, saat ini eksportir lobster tersebar di beberapa provinsi di Indonesia berdasarkan titik wilayah pengelolaan perikanan (WPP), seperti Nusa Tenggara Barat (NTB). Bila pengiriman hanya dilakukan melalui satu titik, pengusaha benih lobster ditengarai akan menghadapi risiko tinggi.
Staf Khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi, mengatakan pihak kementerian tidak pernah melakukan penunjukan terhadap perusahaan logistik tertentu. “Kesepakatan terkait perusahaan logistik dengan eksportir merupakan kesepakatan dari Pelobi (Perkumpulan Lobster Indonesia), yaitu perkumpulan yang mewadahi perusahaan-perusahaan eksportir,” ujar Andreau.
BACA: Stafsus Edhy Prabowo Buka Suara Soal Dugaan Monopoli Bisnis Ekspor Bibit Lobster
FRANCISCA CHRISTY ROSANA