Suku Bunga BI Turun dan Vaksinasi Mundur Bikin Rupiah Ditutup Melemah
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 20 November 2020 17:48 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah ke level Rp 14.165 per dolar AS pada penutupan perdagangan hari ini, Jumat, 20 November 2020, salah satunya dipicu oleh sentimen negatif dari dalam negeri.
"Kabar Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan kemarin di luar dugaan, karena para analis memprediksi Bank Indonesia masih akan mempertahankan suku bunga acuan. Ini merupakan kejadian yang kedua kali dan pada akhirnya pasar merespon negatif terhadap kebijakan tersebut," ujar Ibrahim dalam keterangan tertulis, Jumat, 20 November 2020.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) sebelumnya memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) dari 4 persen menjadi 3,75 persen pada November 2020. Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing turun 25 bps menjadi 3 persen dan 4,5 persen.
Ibrahim mengatakan bahwa sentimen negatif tersebut merupakan pembelajaran bagi Bank Indonesia. Menurut dia, waktu yang tepat untuk menurunkan suku bunga adalah pada bulan Desember. "Jadi bukan di bulan November, di mana secara bersamaan Bank Sentral Global seperti The Fed, ECB dan BoE akan bersama-sama menurunkan suku bunga, bisa saja suku bunga negatif bagi BoE dan gelontoran stimulus tak terbatas," ujarnya.
Selain itu, kata dia, kabar mundurnya vaksinasi Covid-19 di dalam negeri yang mulanya direncanakan pada awal Desember 2020 menjadi akhir kuartal pertama 2021 juga dinilai membuat pasar kecewa. Mundurnya rencana vaksinasi disebabkan belum tersedianya vaksin di Tanah Air.
<!--more-->
"Wajar kalau rupiah dalam perdagangan penutupan akhir pekan ini," ujar Ibrahim. Di samping sentimen negatif tersebut, ada pula kabar baik dari dalam negeri yatu Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2020 surplus sebesar US$ 2,1 miliar.
Realisasi ini jauh lebih rendah dari kuartal II 2020 dengan surplus mencapai US$9,2 miliar. Dengan begitu, posisi cadangan devisa pada kuartal III 2020 naik menjadi US$135,2 miliar. Posisi cadangan devisa itu setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Sementara itu, dari luar negeri, Ibrahim mengatakan pasar menyimak kebijakan stimulus ekonomi di Amerika Serikat. Ia berujar AS telah membuat dua langkah yang saling bertentangan terkait masa depan jalur stimulus Covid-19.
Di satu sisi, Menteri Keuangan Steven Mnuchin telah meminta Federal Reserve untuk mengembalikan dana untuk sistem pinjaman umum yang dikelola untuk mendukung berbagai organisasi selama pandemi. Namun, di sisi lain, Pemimpin Mayoritas Republik Senat Mitch McConnell telah setuju untuk memulai kembali pembicaraan dengan Demokrat tentang paket stimulus Covid-19 yang baru.
CAESAR AKBAR
Baca: Gubernur BI: Masih Undervalued, Rupiah Berpotensi Terus Menguat