Serikat Petani dan Nelayan Ikut Gugat UU Cipta Kerja ke MK

Jumat, 20 November 2020 11:43 WIB

Buruh berasal dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) saat melakukan demo sebelum mendaftarkan uji materi terhadap UU Cipta Kerja ke MK di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin, 16 November 2020. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Petani Indonesia (SPI) yang tergabung dalam Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) mendaftarkan uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja alias UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 19 November 2020.

Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI Agus Ruli Ardiansyah mengatakan bahwa pendaftaran Uji Formil ini merupakan langkah hukum dari pandangan dan sikap SPI yang menolak UU Cipta Kerja.

“UU Cipta Kerja ini tidak benar-benar bermaksud 'cipta kerja' bagi petani dan nelayan kecil, melainkan merombak UU yang terkait petani dan nelayan tanpa memberikan ruang partisipasi kepada petani dan nelayan," ujar Agus dalam keterangan tertulis, Jumat 20 November 2020.

KEPAL terdiri dari SPI, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Yayasan Bina Desa, Sawit Watch (SW), Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Indonesia for Global Justice (IGJ) dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI).

Selain itu juga ada Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (Jamtani), dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB)

Advertising
Advertising

SPI, kata dia, menilai UU Cipta Kerja bersifat diskriminatif sejak proses perencanaan, penyusunan, dan pembahasannya. Sehingga, hadirnya beleid tersebut bisa berdampak buruk bagi perlindungan atas hak-hak petani dan nelayan kecil, terbengkalainya cita-cita reforma agraria, tersanderanya kedaulatan pangan, dan melemahnya sistem perkebunan berkelanjutan.

<!--more-->

KEPAL menilai salah satu alasan kenapa Pemerintah dan DPR-RI sangat tergesa-gesa mengesahkan UU CIPTA KERJA karena dilatari oleh desakan dari World Trade Organization (WTO). Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya surat dari Pemerintah Indonesia yang dicatat di WTO dengan nomor WT/DS477/21/Add.13, WT/DS478/21/Add.13 pada 18 Februari 2020.

Surat itu menjabarkan bahwa akan ada perubahan terhadap empat Undang-Undang Nasional melalui UU Cipta Kerja agar sesuai dengan ketentuan WTO.

Keempat Undang-Undang itu yakni UU Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura, UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, UU Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan UU Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan hewan.

“Bagi KEPAL, UU Cipta Kerja tidak cukup memiliki landasan hukum yang kuat karena tidak memenuhi syarat-syarat tahapan berdasarkan pembentukan peraturan perundangan-undangan, atau disebut inskonstitusional," ujar Agus Ruli.

Agus mengatakan praktik buruk proses legislasi UU ini tidak berhenti pada saat disahkan oleh DPR RI saja, namun setelah diundangkan juga masih mengandung kesalahan perumusan yang berdampak pada substansi pasal yang dikandungnya.

“Keadaan cacat formil yang melekat pada UU Cipta Kerja tersebut tak pelak dapat melahirkan rantai ketidakadilan dan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraannya”, tutur Agus Ruli.

<!--more-->

Atas dasar itu, Agus Ruli mengatakan KEPAL mendaftarkan permohonan uji formil ke MK dengan harapan hakim membatalkan UU Cipta Kerja secara keseluruhan. Mengingat, peluang Presiden menggeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang membatalkan UU Cipta Kerja sangat kecil dan hampir tidak memungkinkan.

Karena itu pengujian formil terhadap UU Cipta Kerja menjadi relevan dan sangat mendesak dilakukan saat ini, mengingat berdasarkan peraturan perundang-undangan rakyat hanya diberikan waktu maksimal 45 hari sejak dicatatkan dalam Lembaran Negara. “Selain uji formil, kami juga akan mengajukan uji materil," ujar Agus.

Gugatan tersebut, menurut dia, tidak sekadar untuk membatalkan UU Cipta Kerja, namun juga untuk mengawal independensi MK sebagai Pengawal Konstitusi dalam pelaksanaan dan mengeksekusi putusan, mempertahankan tafsir MK terkait hak-hak konsitusional dalam berbagai Putusan MK yang berlaku final and mengikat.

"Seperti Putusan MK Nomor 138/PUU-XIII/2015 tentang uji materi UU 39/2014 tentang Perkebunan dan Putusan MK nomor 2140/20/PUU/2014 tentang Uji Materi UU 13/2010 Hortikultura yang dilanggar UU Cipta Kerja", tutup Agus Ruli.

Baca: Temui IMF dan Bank Dunia di Amerika Serikat, Luhut Bahas Omnibus Law

CAESAR AKBAR

Berita terkait

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

20 menit lalu

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

Caleg Partai NasDem, Alfian Bara, mengikuti sidang MK secara daring tidak bisa ke Jakarta karena Bandara ditutup akibat erupsi Gunung Ruang

Baca Selengkapnya

Mengapa Beras Tetap Mahal saat Harga Gabah Terpuruk? Ini Penjelasan Bulog

2 jam lalu

Mengapa Beras Tetap Mahal saat Harga Gabah Terpuruk? Ini Penjelasan Bulog

Diretur Utama Bulog, Bayu Krisnamurthi menjelaskan penyebab masih tingginya harga beras meskipun harga gabah di petani murah.

Baca Selengkapnya

PAN Cabut Gugatan Sengketa Pileg dengan PPP di MK

21 jam lalu

PAN Cabut Gugatan Sengketa Pileg dengan PPP di MK

Keputusan PAN mencabut gugatan PHPU pileg dengan PPP di MK. Diketahui, permohonan tersebut telah ditandatangani Ketum PAN Zulkifli Hasan.

Baca Selengkapnya

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

22 jam lalu

Ketua MK Sempat Tegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena Izin Tinggalkan Sidang

Hakim MK menegur Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena meminta izin meninggalkan sidang, padahal sidang baru dimulai kurang dari 30 menit.

Baca Selengkapnya

Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

22 jam lalu

Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

Bantuan Jepang ini ditujukan untuk meningkatkan kehidupan petani skala kecil dan usaha perikanan di Papua

Baca Selengkapnya

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

23 jam lalu

KPU Respons Kemarahan Hakim MK karena Absen di Sidang: Ada Agenda Penting Pilkada

Komisioner KPU Idham Holik angkat bicara usai Hakim MK Arief hidayat marah lantaran tak ada satu pun komisoner yang hadir di sidang sengketa pileg

Baca Selengkapnya

PSI Tuding Suaranya di Dapil Nias Selatan 5 untuk Kursi DPRD Berpindah ke Gerindra

23 jam lalu

PSI Tuding Suaranya di Dapil Nias Selatan 5 untuk Kursi DPRD Berpindah ke Gerindra

PSI menduga suara partainya dalam pemilihan legislatif DPRD Nias Selatan, Sumatera Utara berpindah ke Partai Gerindra.

Baca Selengkapnya

Sidang Sengketa Pileg di MK: Ribuan Suara PPP dan PDIP Diklaim Berpindah ke Partai Lain

1 hari lalu

Sidang Sengketa Pileg di MK: Ribuan Suara PPP dan PDIP Diklaim Berpindah ke Partai Lain

PDIP dan PPP mengklaim ribuan suara pindah ke partai lain dalam sidang sengketa Pileg di MK hari ini.

Baca Selengkapnya

Harga Jagung Anjlok karena Panen Raya, Jokowi: Kurang Baik untuk Petani

1 hari lalu

Harga Jagung Anjlok karena Panen Raya, Jokowi: Kurang Baik untuk Petani

Jokowi mengatakan panen raya jagung terjadi mulai dari Sumbawa Barat, Dompu, hingga Gorontalo.

Baca Selengkapnya

PDIP Gugat KPU di Pileg Kalsel, Klaim 15.690 Suara Beralih ke PAN

1 hari lalu

PDIP Gugat KPU di Pileg Kalsel, Klaim 15.690 Suara Beralih ke PAN

PDIP menggugat KPU karena dinilai keliru dalam menghitung suara PAN di gelaran Pileg Kalsel.

Baca Selengkapnya