IdEA: Kenaikan Penjualan E-commerce 25 Persen selama Pandemi
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 12 November 2020 06:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga mengatakan imbauan pembatasan aktivitas tatap muka sangat mempengaruhi peningkatan transaksi belanja online. Meski daya beli menurun akibat pandemi Covid-19, Bima mengatakan transaksi barang-barang pokok, bahkan produk terkait hobi ternyata justru makin meningkat.
Sebelumnya, IdEA mencatat kenaikan penjualan pada platform e-commerce sebesar 25 persen selama pandemi. "Kinerja pada dasarnya membaik. Memang butuh effort lebih besar untuk menjaga kinerja tetap baik dalam kondisi ekonomi seperti sekarang," tutur Bima kepada Tempo, Rabu 11 November 2020.
External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya mencatat pada triwulan III, penjualan kategori makanan dan minuman meningkat hampir tiga kali lipat selama pandemi. Masyarakat yang lebih banyak beraktivitas di rumah juga mendorong peningkatan pada kategori rumah tangga yang mencapai lebih dari dua kali lipat dan kategori kesehatan naik hampir 2,5 kali lipat dibandingkan dengan periode sebelum pandemi.
"Kami akan terus fokus membantu para pegiat usaha lokal mengadopsi platform digital demi mempertahankan bisnis dan berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi," ujar Ekhel.
Vice President of Marketing Bukalapak Erick Wicaksono mengatakan pandemi Covid-19 merupakan sebuah tantangan dan harus direspon dengan cepat dan juga tepat. Untuk strategi bisnis, Erick mengatakan Bukalapak masih menjalankan strategi sama yang diterjemahkan dalam produk-produknya, baik melalui marketplace, fasilitas online to offline, ataupun lini bisnis e-procurement.
<!--more-->
"Meskipun di tengah situasi pandemi, terlihat dari kenaikan transaksi sebesar hingga sekitar 50 persen pada Juni tahun ini dibandingkan bulan yang sama tahun lalu," tutur Erick. Selain itu, Erick mengatakan jumlah transaksi oleh Mitra Bukalapak pada Juni tahun ini juga naik hingga sekitar tiga kali lipat dari bulan yang sama tahun lalu.
Berdasarkan riset dari Google dan Temasek 2020 menyebutkan e-Commerce tetap menjadi pendorong pertumbuhan utama ekonomi digital Indonesia. Riset itu mencatat kenaikan Gross Merchandise Value (GMV) atau nilai total transaksi e-commerce sebesar 54 persen secara tahunan menjadi US $ 32 miliar dari yang sebelumnya US$ 21 miliar. Adapun GMV e-commerce juga diorediksi akan naik menjadi US$ 83 miliar pada 2025.
"Secara keseluruhan, GMV ekonomi digital diharapkan mencapai nilai total US $ 44 miliar pada 2020 atau tumbuh 11 persen secara tahunan. Pada 2025, GMV ekonomi digital secara keseluruhan bisa mencapai nilai US$ 124 miliar," tulis laporan tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia potensi ini tersebut tidak akan bisa konkret apabila tidak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur. Menurut Sri Mulyani, potensi ekonomi digital ini bisa diperoleh Indonesia dengan menyelesaikan empat isu, yaitu infrastruktur, sumber daya manusia, institusi, dan regulasi.
Untuk itu, ujar Sri, anggaran infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan digenjot pada tahun depan. Pada 2021, Sri Mulyani sudah menyediakan anggran Rp 413 triliun untuk infrastrutkur dan Rp 30 triliun untuk TIK. Uang itu akan digunakan untuk membangun Base Transceiver Station (BTS) di lebih dari 5000 desa. Selama ini, kata Sri Mulyani, masih ada 12 ribu desa yang belum terkoneksi dengan TIK.
<!--more-->
"Selain itu, pemerintah juga menggunakan uang ini untuk membangun jaringan internet pada 12.377 lokasi layanan publik. Sehingga, mereka bisa connected," kata Sri Mulyani. Adapun anggaran pemulihan ekonomi nasional yang sebesar Rp 695 triliun juga digunakan untuk membangun basis ekonomi digital.
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira Adinegara pandemi membuat pertumbuhan e-commerce di Indonesia meningkat hingga 31 persen berdasarkan data Wearesocial. Namun, kata dia, daya beli kelompok masyarakat menengah ke bawah masih rendah sehingga kemampuan membeli barang secara online meskipun ada diskon tidak setinggi tahun lalu.
"Masalah lain adalah keterlibatan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) masih terbatas, karena baru 13 UMKM yang bergabung ke platform digital," ujar Bhima.
Menurut dia, perlu ada dorongan agar UMKM masuk dalam e-commerce dengan memberikan pendampingan dan insentif.
Adapun pendampingan bisa diberikan untuk meningkatkan kualitas produk, digital marketing, hingga membaca produk yang sedang tren di masyarakat. "Cara terakhir secara paralel adalah pembatasan produk impor di platform ecommerce," kata dia.
Baca: Sri Mulyani Jelaskan Upaya Mengejar Ekonomi Digital USD 133 Miliar di 2025
FAJAR PEBRIANTO | LARISSA HUDA