Merger Bank Syariah BUMN, MUI: Akan Jadi Model Bank Lain yang Bergabung
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 9 November 2020 15:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai tidak ada isu krusial apapun yang timbul dari merger bank syariah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penggabungan usaha ketiga perusahaan ini justru dianggap bisa menjadi model bagi bank-bank lain jika hendak melakukan merger.
Menurut Sekretaris Bidang Perbankan Syariah BPH Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Muhammad Maksum, merger ini tidak menyisakan masalah karena penggabungan usaha dilakukan sesama bank syariah. Catatan krusial baru muncul seandainya merger dilakukan bank syariah dengan bank konvensional.
“Karena yang merger ini adalah sama-sama bank syariah, ibarat orang menikah itu sesama muslim, selesai enggak ada urusan, enggak ada isu. Saya kira penggabungan tiga bank ini akan menjadi model bagi bank-bank lain yang akan melakukan merger atau penggabungan,” ujar Maksum dalam keterangan tertulis, Senin, 9 November 2020.
DSN-MUI menilai penggabungan usaha ini adalah ikhtiar bagus untuk memperkuat aset dan kekuatan bank syariah yang selama ini masih berdiri sendiri-sendiri. Maksum yakin entitas hasil merger nanti bisa menjadi kebanggaan baru Indonesia.
Sementara itu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ah. Azharuddin Lathif menganalogikan merger tiga bank syariah dengan ibadah salat berjemaah. Dalam ilustrasinya, Azharuddin menyebut merger PT BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT BNI Syariah seperti orang yang salat jemaah di musala milik sendiri.
“Ketiga bank syariah BUMN ini beberapa kali sering jemaah (bekerja sama) tapi di musala orang lain, karena berjemaahnya ketika melakukan sindikasi misalnya. Kenapa melalui sindikasi? Karena kapasitas bank syariah ini kan sangat kecil. Mudah-mudahan setelah merger ini, musalanya bukan musala orang lain. Salat berjamaahnya di masjid sendiri, musala sendiri, jadi betul-betul nanti bank syariah akan melejit,” ujar Azharuddin.
<!--more-->
Menurut Azharuddin, ke depannya bank syariah hasil merger harus menunjukkan komitmen tetap melayani kebutuhan nasabah skala kecil atau pelaku UMKM. Dia mengingatkan agar bank hasil merger tidak justru hanya fokus menyalurkan pembiayaan ke perusahaan-perusahaan besar.
Selain itu, Azharuddin menyebut tidak khawatir terhadap tudingan akan adanya monopoli bisnis syariah pasca merger nanti. Alasannya, merger ini dilakukan oleh BUMN dan saat ini masih ada banyak pelaku industri perbankan syariah lain yang bisa menjadi pilihan masyarakat.
“Beberapa bulan lalu saya membaca pernyataan ketua persaingan usaha sehat yang berkata bahwa itu (merger bank syariah) tidak masuk kategori persaingan usaha, apalagi yang melakukan adalah BUMN. Kemudian saya pernah mendengar statement Menteri BUMN bahwa proses merger ini tidak akan berdampak pada pemecatan karyawan. Jadi jangan khawatir, pekerja tidak akan dirasionalisasikan,” ujarnya.
Sebelumnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dikabarkan akan menggenggam saham terbesar atas merger tiga bank syariah perusahaan BUMN. Komposisi kepemilikan saham Mandiri mencapai 51,2 persen.
Sedangkan dua bank BUMN lainnya yang termasuk dalam agenda penggabungan, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (BNI), masing-masing mengantongi 17,4 persen dan 25 persen saham. Sementara itu, 2 persen saham digenggam oleh Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) BRI Saham Syariah dan 4,4 persen milik publik.
Baca: Merger Bank Syariah Diberi Nama Bank Amanah?