Petugas melakukan pemusnahan miras ilegal dan rokok ilegal di halaman Kantor Pusat Bea Cukai, Rawamangun, Jakarta, Kamis 19 Desember 2019. Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta melakukan pemusnahan 2,7 juta batang rokok dan 14.719 botol miras ilegal berbagai merk senilai Rp6,4 miliar dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp5,5 miliar yang merupakan hasil penindakan periode tahun 2017-2019. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) berharap pemerintah membatalkan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2021 mendatang.
"Kami memohon kepada pemerintah agar membatalkan rencana kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) pada tahun 2021, karena akan berdampak langsung kepada pekerja industri hasil tembakau," kata Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto dalam pernyataan di Jakarta, Senin 26 Oktober 2020.
Di tengah pandemi yang masih terjadi, pemerintah dikabarkan akan menaikkan tarif CHT hingga dua digit. Pemerintah dikabarkan akan menaikkan tarif CHT di kisaran 13-20 persen.
Namun pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada awal pekan lalu, menyatakan masih menghitung besaran kenaikan tarif. Pada 2020, pemerintah telah menaikkan tarif CHT sebesar 23 persen.
"Kenaikan cukai tahun 2020 yang mencekik ditambah dengan mewabahnya pandemi COVID-19, telah membuat kondisi industri hasil tembakau semakin tertekan dan tidak menentu. Imbasnya adalah pada pekerja, anggota kami yang terlibat dalam sektor industri ini. Penurunan produksi telah menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan dan tentu daya beli pekerja," ujar Sudarto.
<!--more-->
Karena itu, serikat pekerja yang menaungi 148.693 pekerja industri hasil tembakau itu mendesak pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok di tahun depan.
"Kami juga berharap pemerintah melindungi industri rokok kretek sebagai industri khas Indonesia dan padat karya, yang paling rentan terkena program efisiensi di industri hasil tembakau," kata Sudarto.
Sudarto menuturkan apabila permintaan serikat pekerja tersebut tidak diperhatikan oleh pemerintah, maka pihaknya akan menggunakan hak mengemukakan pendapat di muka umum dengan cara unjuk rasa nasional sesuai peraturan perundangan yang berlaku.