Antisipasi Gagal Panen Hadapi La Nina, Kementan Siapkan 7 Strategi
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 27 Oktober 2020 04:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian
Akumulasi peningkatan curah hujan bulanan di Indonesia akan naik sebesar 20-40 persen pada kondisi ini. Padahal, panen beras dipatok 20 juta ton dari luas tanam pada musim tanam (MT) I kali ini sebesar 8,2 juta hektare (ha).
"Sektor pertanian perlu persiapan khusus untuk mengantisipasi dampak La Nina itu, pertanian harus lebih siap," ujar Syahrul, Senin 26 Oktober 2020.
Setidaknya, ujar Syahrul, ada tujuh strategi yang tengah disiapkan oleh Kementerian Pertanian. Pertama, Syahrul berujar akan memetakan seluruh wilayah rawan banjir dengan memperhatikan pola sebelumnya. Selanjutnya, Kementerian bakal mengaktifkan sistem peringatan dini (early warning system) dan memantau perubahan iklim bersama Badan Meteorologi, dan Geofisika.
Ketiga, Kementan telah membentuk gerakan brigade yang terdiri dari brigade La Nina, seperti satuan tugas Organisme Penganggu Tanaman (OPT) serta Dampak Perubahan Iklim (DPI); brigade alat mesin pertanian (alsintan) dan tanam; serta brigade panen dan serap gabah.
"Ini harus ada di setiap provinsi bahkan kabupaten. Ini perlu jadi agenda rutin dan harus tersedia sehingga tidak ada langkah yang mendadak," katanya.
<!--more-->
Keempat, Syahrul berujar akan menerapkan pompanisasi in-out dari sawah dan rehabilitasi jaringan irigasi untuk menjaga kelancaran pembuangan agar padi-padi yang mulai berisi tidak tergenang air.
Selanjutnya, pemerintah juga bakal mendorong penggunaan benih tahan genangan. Sementara, petani juga diharapkan untuk mengasuransikan usaha tani padinya antisipasi kejadian puso. Ada juga bantuan benih gratis jika terjadi kegagalan panen.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, mengatakan, dari tren data beberapa tahun terakhir, iklim La Nina biasanya menyebabkan banjir dan membuat sawah puso sekitar 30-50 ribu ha secara nasional.
Meski demikian, Suwandi menuturkan, jumlah tersebut hanya 0,34 persen dari rata-rata total luas pertanaman yang ada. Ia berujar sekitar 40 kabupaten yang terus dipantau dan ditengarai sebagai rawan bencana banjir akibat La Nina.
"Kalau terjadi langganan banjir, tidak cukup dengan solusi emergency saja. Perlu ada solusi temporer dan jangka panjang. Infrastruktur harus diperbaiki untuk permanen, yang temporary sudah biasa dilakukan," ujar Suwandi.
<!--more-->
Bupati Banyuasin Askolani mengatakan sudah mengantisipasi banjir akibat la nina, misalnya di bantaran Sungai Musi, hingga sawah lebak. Askolani mengklaim sudah menyiapkan antisipasi dampak la nina yang biasanya muncul hama lereng dan keong.
"Kami butuh bantuan bibit apabila terjadi gagal panen, seperti perkiraan tadi 20-40 persen," ujar Askolani.
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah berujar pemerintah perlu memastikan infrastruktur irigasi dan pembuangan bisa berjalan baik sebelum menghadapi la nina.
Untuk kebutuhan ini, Said mengatakan dalam hal pemetaannya perlu diperhatikan secara detail, artinya tidak hanya fokus pada kabupaten melainkan hingga kecamatan atau desa. "Keputusan membangun infrastruktur harus tepat sasaran," kata dia.
Kemudian, Said berujar pemerintah juga perlu memperhatikan penerapan early warning system harus menyesuaikan karakteristik petani. Menurut Said, teknis penggunaan sistem ini harus dilakukan secara sederhana. Meskipun penetrasi internet sudah memadai, Said mengatakan belum tentu petani menguasai sistem yang dikembangkan pemerintah.
"Utilisasi samrtphone petani masih rendah. Sehingga bisa pakai media sederhana, misalnya pesan grup whatsapp. Implemntasi dipikirkan bisa berguna bagi petani," tutur Said.
Baca: Anggaran Kementan 2021 Rp 21,8 T, DPR Berikan Usul untuk Tenaga Honorer