Resesi Mendekat, Berapa Idealnya Besar Dana Darurat yang Harus Disiapkan?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 13 Oktober 2020 09:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Co founder dan Chief Investment Officer FUNDtastic Franky Chandra, mengingatkan pada masyarakat untuk tetap bijak dalam merencanakan keuangannya di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang. Terlebih banyak pihak sudah memprediksi perekonomian bakal memasuki resesi pada kuartal ketiga tahun ini.
Perekonomian Indonesia pada kuartal satu dan dua tahun 2020 masing-masing tumbuh 2,97 persen dan minus 5,32 dibandingkan periode yang sama tahun yang lalu. Pada kuartal tiga, pertumbuhannya diperkirakan akan lebih rendah. Penurunan pertumbuhan ekonomi ini disebabkan akibat turunnya sisi produksi, rendahnya daya beli masyarakat, dan melonjaknya tingkat pengangguran.
Franky menjelaskan, di saat resesi, dana darurat menjadi sangat penting. Namun, tak setiap individu siap dan memiliki dana darurat yang memadai. Lalu bagaimana solusinya?
Sebelum menentukan besaran dan bagaimana mengumpulkan dana darurat, tiap individu harus melakukan perencanaan keuangan yang matang terlebih dahulu. Artinya, individu membedah dan mencatat kondisi keuangan, baik pemasukan rutin dan pengeluaran pokok.
"Hal ini dapat menghindari pengeluaran yang tak dibutuhkan, selain itu juga mempersiapkan diri untuk memiliki dana darurat,” katanya seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Senin, 12 Oktober 2020.
Pengeluaran pokok merupakan kewajiban yang harus dikeluarkan setiap bulannya, utamanya kebutuhan primer, lalu kemudian juga pengeluaran rutin termasuk cicilan kredit produktif (KPR, kredit investasi, kredit modal kerja), biaya asuransi atau beban kesehatan, maupun kredit konsumtif.
Jika pemasukan dikurangi pengeluaran pokok, masih terdapat sisa dana yang memadai, maka bisa mulai merencanakan tujuan keuangan ke depan. Namun, apabila keadaan sebaliknya dimana pengeluaran lebih besar daripada pendapatan, maka diperlukan perencanaan keuangan yang lebih baik. Misalnya dengan memilah mana yang benar-benar merupakan pengeluaran untuk kebutuhan dan mana yang merupakan keinginan semata.
<!--more-->
Franky menjelaskan, perencanaan keuangan tergantung dengan kebutuhan dan target setiap orang, misalnya untuk pendidikan anak sekolah, kuliah, kebutuhan pensiun, dana darurat atau kebutuhan masa depan lain. Jika masih terdapat kelonggaran dana, maka bisa merencanakan hal lainnya, seperti jalan-jalan atau buka bisnis sampingan baru.
Yang tak kalah penting di saat pandemi, menurut Franky, adalah proteksi. Proteksi baik itu asuransi jiwa maupun kesehatan sebaiknya juga penting agar tujuan keuangan tetap dapat berjalan tanpa terhambat.
Selain itu, Franku menyebutkan kebutuhan dana darurat idealnya sebesar enam bulan dari pengeluaran pokok. Namun, jika belum memiliki dana darurat yang ideal dengan kondisi resesi saat ini, tak perlu tergesa-gesa memenuhi kebutuhan dana darurat tersebut.
Dana darurat bisa diatur tergantung kondisi keuangan individu, baik itu dalam 1 tahun hingga 5 tahun. Sebagai contoh, jika memiliki pengeluaran pokok selama ini sebesar Rp 20 juta per bulan, maka, dana darurat yang diperlukan adalah Rp 120 juta dengan menggunakan pendekatan enam kali pengeluaran.
Namun, dana darurat ini bisa dikumpulkan selama 5 tahun atau Rp 2 juta per bulan. Dengan begitu, kebutuhan untuk rencana lainnya seperti untuk rencana kuliah anak Rp 2 juta per bulan, kebutuhan pensiun sebesar Rp1,5 juta per bulan, serta kebutuhan keuangan lainnya seperti tabungan bisa tetap dipenuhi.
Di luar pengeluaran bulanan, asuransi kesehatan, BPJS, maupun perencanaan tujuan keuangan lainnya, apabila masih terdapat dana menganggur, maka ada baiknya diproteksi dengan asuransi jiwa atau asuransi pendidikan tergantung dari tujuan keuangan yang sedang dikejar. Dengan demikian, kondisi hidup sudah cukup aman dan tujuannya dapat tercapai sesuai jangka waktu yang direncanakan.
Untuk menabung dana darurat dan mencapai rencana keuangan tersebut, bisa dilakukan dengan memanfaatkan beberapa produk investasi yang ada, baik berupa reksa dana pasar uang, obligasi, saham, maupun logam mulia.
BISNIS
Baca: Risiko Deflasi Berturut-turut: Ekonomi Melemah, Resesi hingga Depresi Ekonomi