Trending Bisnis: Dampak Omnibus Law ke Setoran Pajak Hingga Kewajiban Maskapai
Reporter
Tempo.co
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 9 Oktober 2020 06:26 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Berita terpopuler ekonomi dan bisnis sepanjang hari Kamis, 8 Oktober 2020, dimulai dari staf khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo yang memprediksi penerimaan pajak bakal turun akibat pengesahan Omnibus Law. Selain itu ada juga berita soal Omnibus Law yang menghapus kewajiban maskapai memiliki minimal 5 pesawat.
Berita lainnya adalah Kepala BKPM yang yakin UU Cipta Kerja akan mencegah korupsi dan kewajiban untuk mempertahankan minimal 30 persen kawasan hutan dalam UU Kehutanan dicoret lewat UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Selain itu ada permintaan Sri Mulyani kepada Mahkamah Konstitusi agar menolak permohonan uji materi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid19.
Kelima topik tersebut paling banyak menyedot perhatian pembaca di kanal Bisnis Tempo.co. Berikut selengkapnya lima berita bisnis yang trending tersebut:
1. Imbas Omnibus Law: Stafsus Sri Mulyani Akui Penerimaan Pajak Akan Berkurang
Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, mengakui akan adanya kekurangan penerimaan pajak atau shortfall pajak sebagai imbas jangka pendek dari Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.
"Karena ada pajak deviden yang dikurangi dari kemarin 10 persen untuk orang pribadi menjadi nol persen. Untuk badan juga sama. Artinya memang ada shortfall pajak," ujar dia dalam konferensi video, Kamis, 8 Oktober 2020.
<!--more-->
Namun, di saat yang sama, adanya beleid tersebut harapannya bisa menambah valuasi pasar modal dan investasi di sektor riil untuk bisa menciptakan lapangan dan kesempatan kerja yang lebih baik.
Baca selengkapnya mengenai Sri Mulyani di sini.
2. Omnibus Law Hapus Aturan Maskapai Wajib Punya 5 Pesawat
Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja tidak lagi mensyaratkan angkutan udara niaga berjadwal memiliki paling sedikit lima unit pesawat. Revisi tersebut tertuang dalam bunyi Pasal 118 yang diatur di klaster penerbangan.
Pada Pasal 118 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sebelumnya, aturan kepemilikan minimal pesawat dicantumkan dalam ayat kedua butir a. Belid itu berbunyi: “angkutan udara niaga berjadwal memiliki paling sedikit lima unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit lima unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang dilayani.”
Hal yang sama diberlakukan untuk angkutan niaga tidak berjadwal. Dalam UU Cipta Kerja, pemerintah meniadakan syarat minimal jumlah pesawat yang dimiliki maskapai tersebut.
Simak selengkapnya mengenai Omnibus Law di sini.
3. Kepala BKPM: UU Cipta Kerja Mencegah Korupsi, Ini Paling Paten
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengklaim keberadaan Undang-undang Cipta Kerja ampuh mencegah praktik korupsi. Sebab, aturan-aturan di dalamnya mempersempit akan ruang pemohon dan pemberi izin usaha untuk bertatap muka.
“Semakin banyak ketemu orang, semakin banyak mata air yang mengalir. UU ini mencegah korupsi, mempersempit orang bersentuhan langsung. Ini paling paten kali,” ujar Bahlil dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Rabu, 7 Oktober 2020.
<!--more-->
Bahlil menjelaskan, dalam UU Cipta Kerja, seluruh perizinan usaha diproses melalui online single submission atau OSS. Selain mencegah tindakan rasuah, ia meyakini sistem tersebut bakal menyederhanakan proses perizinan dan memudahkan iklim usaha.
Baca selengkapnya mengenai korupsi di sini.
4. Kewajiban 30 Persen Kawasan Hutan Hilang: Ditetapkan Habibie, Dihapus Jokowi
Kewajiban untuk mempertahankan minimal 30 persen kawasan hutan dalam UU Kehutanan dicoret lewat UU Omnibus Law Cipta Kerja. Maklumat yang ditetapkan langsung sebelumnya oleh mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie setelah reformasi, tapi kini dihapus dalam Omnibus Law yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dalam Omnibus Law, angka 30 persen hilang dan pengaturan diserahkan kepada pemerintah pusat di tingkat yang lebih rendah dari UU, yaitu Peraturan Pemerintah (PP).
"Pemerintah pusat mengatur luas kawasan yang harus dipertahankan sesuai kondisi fisik dan geografis DAS (Daerah Aliran Sungai) dan/atau pulau," demikian tertulis dalam Pasal 36 Omnibus Law.
Simak selengkapnya mengenai Jokowi di sini.
5. Sri Mulyani Minta MK Tolak Permohonan Uji Materi UU Covid-19
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membacakan keterangan pemerintah atas permohonan pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid19 terhadap UUD 1945.
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menyebut pemerintah berpendapat bawah UU Nomor 2 Tahun 2020 sama sekali tidak merugikan hak konstitusional para pemohon.
"Dengan demikian pemohon tidak dapat memenuhi lima syarat kumulatif terkait kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional untuk mengajukan pengujian undang-undang," ujar dia dalam dalam sidang pengujian UU 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perpu 1 2020 menjadi undang-undang, yang digelar secara virtual oleh Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 8 Oktober 2020.
Baca selengkapnya mengenai Covid-19 di sini.