Menteri Koordinator Perekonomian menerima naskah laporan RUU Cipta Kerja dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas (kedua kanan) dalam rapat paripurna penutupan masa persidangan I tahun sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020. Rapat Paripurna penutupan tersebut DPR RI mengesahkan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). TEMPO/M Taufan Rengganis
TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR sepakat mengubah bunyi hak istirahat atau libur buruh dalam Undang-undang atau UU Cipta Kerja. Undang-undang ini resmi disahkan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR pada penutupan masa sidang, Senin, 5 Oktober 2020.
"Saya memohon persetujuan untuk di dalam rapat paripurna ini, bisa disepakati?" kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin seraya mengetok palu tiga kali tanda pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Berdasarkan salinan UU Cipta Kerja, hak istirahat pekerja sebanyak dua kali sepekan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 79 ayat 2 (b) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dihapus. Undang-undang yang baru hanya mengatur jatah libur istirahat mingguan sebanyak satu hari untuk enam hari kerja dalam sepekan.
Sedangkan beleid lama mengatur istirahat mingguan sebanyak 1 hari untuk enam hari kerja dalam sepekan atau dua hari untuk lima hari kerja dalam sepekan.
Pasal 79 UU Nomor 13 Tahun 2003 2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Adapun Pasal 79 UU Cipta Kerja berbunyi: 2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi: b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. <!--more--> Di samping itu, UU Cipta Kerja juga mengubah bunyi istirahat panjang atau cuti besar. Istirahat panjang dalam undang-undang yang baru hanya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Tidak ada detail ketentuan tentang pemberian istirahat dalam jangka waktu yang lama tersebut.
Sedangkan pada aturan sebelumnya, ketentuan istirahat panjang disebutkan lebih detail. Pasal lama berbunyi istirahat sekurang-kurangnya dua bulan diberikan kepada pekerja pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing satu bulan.
Syaratnya, pekerja/buruh harus bekerja selama enam tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam dua tahun berjalan. Selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Berikut bunyi Pasal 79 UU Nomor 13 Tahun 2003 (2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : d.istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahunketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerjaselama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuanpekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalandan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Adapun bunyi Pasal 79 UU Cipta Kerja (5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.