Bagaimana Memahami Resesi Ekonomi? Simak Penjelasan Pemerintah Hingga Ekonom
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 25 September 2020 09:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami resesi secara teknikal karena pertumbuhan minus di dua kuartal berturut-turut. Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memproyeksikan ekonomi di kuartal III tahun ini baka; tumbuh minus 1 hingga minus 2,9 persen.
"Negative territory kemungkinan akan terjadi pada kuartal ketiga," kata Sri Mulyani pada Selasa, 22 September 2020.
Tapi dengan proyeksi ini, sebenarnya terjadi perbaikan perekonomian. Lantaran sebelumnya di kuartal II 2020, ekonomi Indonesia tumbuh minus 5,32 persen.
Lalu bagaimana sebetulnya memahami arti resesi ekonomi tersebut? Berikut sejumlah pandangan dari ekonom dan para pejabat Kementerian Keuangan hingga Komite Penanganan Covid-19 mengenai isu resesi ekonomi ini. Berikut di antaranya:
Febrio Kacaribu
Kepala Badan Kebijaan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan bahwa negara lain telah lebih dulu mengalami resesi dibandingkan Indonesia. Bahkan, dalam kontraksi yang lebih dalam.
Thailand misalnya, kontraksi minus 2 persen di kuartal I dan minus 12,2 persen di kuartal II 2020. Singapura di periode yang sama, kontraksi minus 0,3 persen ke minus 13,2 persen. Malaysia, walaupun belum resesi, sudah terpuruk minus 17,1 persen di kuartal II 2020.
<!--more-->
Dalam situasi ini, Indonesia telah memperlebar defisit menjadi 6,3 persen terhadap PDB. Febrio mengatakan, kedisiplinan fiskal di bawah 3 persen selama ini telah memberi keuntungan bagi Indonesia dalam kondisi sekarang. "Ruang fiskal kita menjadi lebih banyak," kata dia.
Chatib Basri
Lalu, Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri juga ikut bersuara terkait isu resesi ini. Ia mengaku heran dengan isu ekonomi yang berkutat pada definisi resesi.
Chatib menanyakan apa bedanya ketika nanti kuartal III ekonomi Indonesia tumbuh minus 0,000001 dengan positif 0,000001. Kondisi pertama resesi, dan kedua tidak.
Sehingga, Chatib pun memberi pencerahan soal isu ini. "Yang penting mitigasi, bukan definisi," kata Chatib lewat akun Twitter-nya pada Kamis, 24 September 2020.
Piter Abdullah
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah juga mengatakan bahwa resesi bukanlah periode yang berbeda sama sekali 100 persen. Menurut dia, ini hanya stempel untuk kondisi yang sudah dijalani selama enam bulan terakhir.
"Resesi itu hanya stempel saja," kata Piter. Untuk itu, Piter meminta masyarakat tidak perlu panik atau khawatir berlebihan dan tetap menjalani aktivitas seperti biasa.
Walau begitu, Piter memberi saran kepada kelompok menengah ke bawah. Kalau penghasilannya pas-pasan, maka jangan boros. "Lebih baik menabung untuk berjaga-jaga" kata dia.
<!--more-->
Ari Kuncoro
Adapun sinyal perbaikan ekonomi ditangkap oleh ekonomi yang juga rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro. Resesi itu kayak demam," kata ekonom yang juga Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro kepada Tempo.
Jika seseorang suhu tubuhnya turun dari 40 derajat celcius ke 38, maka Ia memang masih demam. Akan tetapi sudah berangsur sembuh. Begitu pula ekonomi Indonesia.
Jika kuartal II 2020 tumbuh minus 5,32 persen, maka kuartal III 2020 diproyeksi minus 2,9 persen. Walau nanti resesi, tapi sudah ada perbaikan.
Susiwijono Moegiarso
Sekretaris Eksekutif 2 Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Susiwijono Moegiarso juga memberi pandangan. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya, dinamika perekonomian berupa siklus ekspansif dan kontraktif merupakan kondisi yang biasa dan wajar. Kala krisis ekonomi 1998 terjadi, ekonomi Indonesia terpuruk minus 13,12 persen.
Tapi hanya dalam waktu satu tahun, ekonomi Indonesia bisa merangsek kembali ke posisi 0,79 persen. Lalu mulai tahun 2000, kata Susiwijono, ekonomi Indonesia tumbuh 4,92 persen. Setelah itu, ekonomi Indonesia kembali mengalami tren kenaikan hingga mencapai puncaknya pada 2007 yaitu di posisi 6,35 persen.
Tekanan kedua kembali datang ketika terjadi krisis global tahun 2008. Tapi, krisis ini hanya membuat pertumbuhan Indonesia turun ke posisi 4,63 persen saja di 2009. Tahun berikutnya, naik lagi ke posisi 6,22 persen.
Seperti Ari Kuncoro, Susiwijono juga mengatakan ada tren perbaikan dari pengumuman Sri Mulyani. "Tingkat kedalaman kontraksinya sudah berkurang dibandingkan kuartal II," kata Susiwijono.
Baca: Resesi Kian Dekat, Simak 7 Hal Penting yang Harus Anda Siapkan