Defisit Anggaran 2021 Diperlebar, Indef: Menambah Utang Mudah, Yang Sulit Itu ..
Reporter
Larissa Huda
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 12 September 2020 05:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana melebarkan defisit anggaran pada tahun depan. Pengamat Institute for Development of Economics (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan desain anggaran menunjukkan adanya kenaikan risiko fiskal. Menurut dia, pemerintah boleh saja memperlebar defisit, tetapi harus jelas pos belanja dan realisasi stimulusnya.
Ia mencontohkan, sektor kesehatan dari awal hanya mendapatkan alokasi 12 persen dari total stimulus PEN. Angka itu jauh dibawah dunia usaha yang mendapat 24 persen. "Jadi APBN itu harus didesain lebih tepat sasaran. Menambah utang itu pekerjaan mudah, yang sulit adalah mengawasi penggunaan anggaran. Disini pemerintah masih lemah," kata dia, Jumat 11 September 2020.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melebarkan defisit anggaran sebesar 0,2 persen dalam postur sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 menjadi 5,7 persen atau setara Rp1.006,4 triliun dari sebelumnya 5,5 persen.
"Dengan mempertimbangkan ketidakpastian pada 2021 dan program yang telah disusun dan dibahas oleh kementerian dengan komisi," ujar Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, pelebaran defisit sebesar 0,2 persen dilakukan karena adanya penurunan target pendapatan negara untuk tahun depan sebesar Rp32,7 triliun menjadi Rp1.743,7 triliun. Pada penyusunan sebelumnya, pemerintah sempat mematok target pendapatan negara dalam RAPBN sebesar Rp1.776,4 triliun.
<!--more-->
Adapun penerimaan perpajakan diturunkan sebesar Rp37,4 triliun menjadi Rp1.444,5 triliun dari yang disampaikan sebelumnya sebesar Rp1.481,9 triliun. Sementara untuk target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dinaikkan Rp 4,7 triliun menjadi Rp288,2 triliun dari perkiraan semula dalam RAPBN 2021 sebesar Rp283,5 triliun.
Di sisi lain belanja negara untuk tahun depan naik sebesar Rp2,5 triliun menjadi Rp2.750 triliun dari RAPBN 2021 yang telah disusun pemerintah Rp2.747,5 triliun. Kenaikan belanja disebabkan oleh adanya tambahan subsidi energi mengenai gas elpiji tiga kilogram yang mencapai Rp2,4 triliun dan penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) Rp0,8 triliun sebagai dampak dari perubahan pendapatan negara.
Untuk pembiayaan investasi ada kenaikan Rp169,1 triliun menjadi Rp184,5 triliun atau naik 15,4 triliun. Cadangan biaya pendidikan direncanakan Rp 37,4 triliun. Kewajiban penjaminan akan dicadangkan pada tahun depan sebesar Rp 2,7 triliun.
Dari usulan Panitia Kerja DPR, kata Sri Mulyani, akan ada perubahan alokasi belanja, antara lain realokasi cadangan penyesuaian pendidikan ke pembiayaan, serta tambahan cadangan belanja Pemukihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 sekitar Rp15,8 triliun. "Sedangkan pembiayaan lain yakni dengan menggunakan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 15,8 triliun yang akan masuk dalam pembiayaan anggaran," kata dia.
Adapun pembiayaan utang pada postur sementara RPABN tahun depan pun meningkat menjadi Rp 1.177,4 triliun dari yang sebelumnya sebesar Rp 1.142,5 triliun. Menurut Sri Mulyani, pembiayaan utang akan ada kenaikan Rp 34,9 triliun untuk pembiayaan defisit. Ia menuturkan pembiayaan utang akan dilakukan dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp1207,3 triliun yang merupakan penerbitan SBN netto.
<!--more-->
"Untuk postur ini maka keseimbangan primer mencapai defisit 633,1, triliun lebih tinggi dari RAPBN 2021. Dengan keseimbangan primer defisit tersebut, keseluruhan defisit anggaran APBN 2021 mencapai Rp 1.006,4 triliun, naik jadi 5,7 persen PDB," ujar Sri Mulyani.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan siap mendukung pemerintah dalam mewujudkan stabilitas pasar SBN karena akan menjadi salah satu basis pembiayaan dalam APBN 2021. Meski demikian, Perry belum memberikan detail dukungan yang akan dilakukan dalam stabilitas pasar di SBN itu. "Menkeu sudah berkoordinasi dengan kami," ujar Perry.
Selama masa pandemi COVID-19 ini, BI menjalin kerja sama dengan pemerintah, yakni melakukan skema burden sharing atau berbagi beban. Ada dua kerja sama itu, pertama membeli SBN oleh BI yang peruntukannya hanya digunakan untuk belanja pemerintah untuk kebutuhan publik. Kedua, BI membeli SBN di pasar perdana dengan fungsi sebagai pembeli siaga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020.
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mengatakan dari sisi pendapatan negara, penerimaan pajak akan menjadi penentu dalam pencapaian target pembangunan tahun 2021. Menurut dia, target tersebut juga memiliki konsekuensi tersendiri dalam postur APBN lainnya.
Jika tidak tercapai, ujar Said, pemerintah harus memiliki manajemen risiko fiskal yang baik, untuk tidak boleh lagi menambah defisit anggaran. "Tetapi, pemerintah bisa melakukan refocussing dan realokasi anggaran yang fleksibel dengan tetap menerapkan disiplin fiskal yang tinggi," kata dia.
Baca juga: Defisit Anggaran Makin Lebar, Pemerintah Diminta Waspadai Lonjakan Utang