BPKN : Indonesia Jangan Cuma Jadi Pasar Produk Halal
Reporter
Eko Wahyudi
Editor
Rahma Tri
Rabu, 26 Agustus 2020 11:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Ardiansyah mengatakan, masih ada persoalan dalam penerapan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Masalah itu mulai dari transisi waktu, logo, mekanisme bagi UKM, serta mekanisme sertifikasi auditor halal.
Oleh karena itu, dibutuhkan seluruh peran pranata pasar yang konstruktif dan partisipasi antar Kementerian dan Lembaga dalam menentukan solusi atas masalah pelaksanaan aturan tersebut.
"Membangun industri halal jauh lebih penting untuk membangun pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Terdapat tiga hal dalam membangunnya, yang pertama bahan baku, kedua cara memprosesnya, ketiga cara mengolahnya. Jangan sampai Indonesia hanya dijadikan objek pasar produk halal," kata Ardiansyah melalui keterangan tertulis diterima Tempo, Rabu, 26 Agustus 2020.
Lebih jauh, Ardiansyah meminta DPR mengawasi pelaksanaan, karena memang tugas wewenangnya terkait Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Lalu, Kementerian Agama berperan melakukan pembinaan dan pengawasan serta penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.
Kemudian, Kementerian Keuangan berperan memberi anggaran dalam pelaksanaan Jaminan Produk Halal. "Kementerian Perindustrian berperan melakukan pembinaan dan pengawasan pelaku usaha industri produsen produk halal, dan Kementerian Perdagangan berperan melakukan pengaturan tatanan kegiatan dalam rangka transaksi barang dan/atau jasa," kata Ardiansyah.
<!--more-->
Terkait rekomendasi pelaksanaan Jaminan Produk Halal yang sempat disampaikan pada tahun 2019 silam, Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, Arief Safari meminta langkah cepat Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sebab, lembaga inilah yang berperan sebagai pembina, pengawas, serta penyelenggara Jaminan Produk Halal.
"Harus segera melakukan hal berikut dalam rangka percepatan penerapan Jaminan Produk Halal, mendorong akselerasi terbentuknya Halal Center baik dengan Perguruan Tinggi maupun Ormas Islam dan LSM, sebagai pusat inovasi dan pembinaan penerapan halal kepada Usaha Mikro Kecil (UMK)," ucapnya. Dengan demikian, kata Arief, manfaat ekonomi transaksi halal dapat meluas dengan tempo yang singkat.
Selama masa transisi, BPKN juga merekomendasikan untuk tetap memberlakukan label halal MUI, sebelum diterapkan logo halal baru oleh BPJPH. Selanjutnya, dapat bekerja sama dengan LPPOM MUI untuk pemanfaatan ataupun pembangunan sistem sertifikasi online.
Sementara itu, Kepala BPJPH Siti Aminah menyatakan, aturan turunan dari Undang-Undang JPH yaitu Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019 telah terbit. Di dalamnya dijabarkan aturan waktu lima tahun untuk produk makanan dan minuman, dan 7 tahun sampai dengan 15 tahun terkait produk obat yang membutuhkan waktu uji klinis sebelum melakukan sertifikasi halal.
"Untuk pelaksanaan JPH adalah pendaftaran dilakukan di BPJPH, pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal, penetapan fatwa halal oleh MUI, Setelah BPJPH mendapatkan surat penetapan kehalalan produk dari MUI, BPJPH menerbitkan sertifikat halal, pelaku usaha yang sudah mendapatkan sertifikat wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk," ucapnya.
EKO WAHYUDI
Baca juga: Ma'ruf Amin: Produk Halal Harus Enak Rasanya, Higenis, dan Thoyyib