Mantan Mendag: Jual Beli Emas Tidak Mendorong Ekonomi
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 13 Agustus 2020 18:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan 2016-2019, Enggartiasto Lukita, menyinggung kebiasaan masyarakat menengah atas yang pelit belanja pada masa Covid-19 dan menahan aktivitas ekonomi. Kelompok masyarakat ini lebih memilih menginvestasikannya pada aset yang likuid seperti emas dan deposito.
Sebab, kata Enggar, emas dianggap sebagai instrumen investasi yang likuid dan terjamin. Akibatnya, harga emas meningkat dan mulai terjadi hal-hal spekulatif.
"Tapi jual beli emas ini tidak mendorong perputaran ekonomi." kata Enggar dalam Forum Diskusi Virtual Denpasar 12 pada Kamis, 13 Agustus 2020.
Di masa pandemi ini, tekanan telah terjadi karena menurunnnya konsumsi masyarakat. Pada pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu, konsumsi rumah tangga minus 5,51 peren (year-on-year/yoy) pada triwulan II 2020.
Tapi dalam beberapa waktu terakhir, harga emas pun terus meningkat setiap harinya. Dari semula sekitar Rp 800-an per gram, saat ini telah nangkring di atas Rp 1 juta per gram.
<!--more-->
Di sisi lain, kata Enggar, kelompok ini juga masih pelit berbelanja di masa pandemi ini. Mereka takut keluar rumah dan belanja seperlunya. "Mereka menjaga cadangan keuangan," kata Enggar.
Mereka lebih memilih menyimpang uang sehingga tabungan pun meningkat. Ini terlihat dari Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan yang tumbuh positif. Beda cerita dengan menengah bawah. Kelompok ini, kata Enggar, selalu belanja kebutuhan sehari-hari dan masih keluar rumah.
Bukan hanya Enggar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengakui hal ini. "Berdasarkan data, salah satu masalah adalah dari demand side, dan mereka yang mempunyai deposito di atas Rp 200 juta juga meningkatkan depositonya dan tidak membelanjakan," ujar Airlangga dalam konferensi video, Rabu, 12 Agustus 2020.
Baca juga: Harga Emas Jeblok, Investor Beralih ke Pasar Saham?
Lalu, Menteri Keuangan 2013-2014 Muhammad Chatib Basri pun satu suara. Dari data yang ada, Ia menyebut tabungan naik tajam sejak Februari 2020. Menurut dia, kelas menengah atas mungkin menunda belanja karena kekhawatiran akan pandemi. "Atau investasi ke aset lain," tulis Chatib di akun twitternya @ChatibBasri pada Selasa, 11 Agustus 2020.