LPS Siapkan Mekanisme Penempatan Dana pada Bank yang Alami Gangguan Likuiditas
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 29 Juli 2020 03:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyiapkan mekanisme penempatan dana pada bank yang mengalami gangguan likuiditas dan solvabilitas dalam masa pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengungkapkan penempatan dana ini bersifat sementara, untuk mengantisipasi dan melakukan penanganan stabilitas sistem keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan bank.
“Penempatan dana LPS pada bank bukan inisiatif dari LPS, namun didasarkan atas permohonan bank kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ujarnya, Selasa 28 Juli 2020.
Halim mengatakan terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh bank sebelum memperoleh penempatan dana. Pertama adalah surat dari OJK yang menyatakan pemegang saham pengendali tak lagi memiliki kemampuan untuk dapat membantu likuiditas bank. Kedua, bank berada dalam status pengawasan intensif, mengarah ke pengawasan khusus, atau sudah berstatus dalam pengawasan khusus.
Adapun kesulitan likuiditas yang dialami bank bukan disebabkan oleh tindakan kesengajaan atau fraud. Bank yang memenuhi persyaratan tersebut dapat mengajukan permohonan kepada OJK untuk mendapatkan penempatan dana, “Nanti akan ada analisis kelayakan yang dilakukan OJK dan akan diserahkan OJK ke LPS sebagai salah satu dasar penempatan dana ke bank tersebut.”
Guna memitigasi risiko, LPS akan mensyaratkan jaminan kepada bank, dan selanjutnya melakukan pengawasan penggunaan dana berkoordinasi dengan OJK. “Dengan demikian kita berharap bank bisa keluar dari kesulitan likuiditas tersebut,” kata Halim.
<!--more-->
Dia memastikan lembaganya akan selalu siap membantu bank yang kesulitan likuiditas dan menunggu surat pemberitahuan dari OJK. “Kami selalu siap kalau ada yang minta.” Adapun penempatan dana paling lama adalah enam bulan, dengan suku bunga mengikuti suku bunga LPS.
Besaran total penempatan dana yang dapat dilakukan maksimal 30 persen dari jumlah kekayaan LPS atau sebesar Rp 35,17 triliun. Hal itu berdasarkan pada jumlah kekayaan LPS per 31 Desember 2019 yang mencapai Rp 120,58 triliun. Sedangkan, untuk penempatan dana per bank yang dapat diberikan maksimal 2,5 persen dari jumlah kekayaan LPS atau Rp 3,01 triliun.
Di sisi lain, pemerintah turut bersiap memberikan pinjaman kepada LPS jika lembaga tersebut mengalami kesulitan likuiditas yang kemudian berpotensi membahayakan stabilitas perekonomian dan sistem keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah lebih dulu menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88 tahun 2020 untuk mengatur detil mekanisme bantuan dana tersebut. LPS dapat mengajukan pinjaman jika masih mengalami kesulitan likuiditas, meski telah mengupayakan repo atas penjualan Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki kepada Bank Indonesia, pinjaman kepada pihak lain, maupun penerbitan surat utang.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso memastikan kondisi perbankan nasional di tengah masa pemulihan ekonomi tetap aman dan sehat. “Likuiditas industri bagus, dengan rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) sudah turun di angka 90,4 persen,” ucapnya.
<!--more-->
Dia menambahkan pengawasan otoritas akan terus ditingkatkan, khususnya untuk bank-bank yang mendapatkan kepercayaan berupa penempatan dana pemerintah.
“Kami akan mengawasi implementasinya melalui post audit, dan kami akan memastikan bahwa bank yang menerima penempatan dana memiliki kemampuan untuk melaksanakan kebijakan stimulus dan memperluas penyaluran pinjamannya seperti yang disyaratkan pemerintah,” kata Wimboh.
Ekonom senior yang juga mantan Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan mengatakan penambahan wewenang LPS untuk membantu bank yang kesulitan likuiditas harus disertai strategi penanggulangan moral hazard yang memadai.
Hal ini diperlukan untuk mengurangi risiko bank tersebut tetap gagal bayar sehingga harus memperoleh penanganan dan kebutuhan biaya yang lebih besar.
“Risiko moral hazard dapat diperkecil dengan penguatan peran Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), seperti keterlibatan OJK dan BI dalam persetujuan dan persyaratan jaminan, termasuk jaminan personal dari pemilik bank dan batasan pinjaman yang ketat,” ujarnya.