Kemenkeu Pantau Risiko Lonjakan Inflasi Akibat Skema Bagi Beban dengan BI

Reporter

Caesar Akbar

Jumat, 24 Juli 2020 09:59 WIB

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman (kiri) dan travel blogger Febrian (kanan) saat sesi bincang tentang infrastruktur yang berdampak pada sektor pariwisata, Jumat, 28 Februari 2020. TEMPO/Bram Setiawan

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan pemerintah dan Bank Indonesia terus memantau risiko inflasi akibat kebijakan berbagi beban dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

"Risiko inflasi itu selalu kami diskusikan dan monitor terus dengan Bank Indonesia," ujar Luky dalam konferensi video, Jumat, 24 Juli 2020. Meski demikian, ia mengatakan sampai sekarang inflasi di Tanah Air masih terpantau sangat terkendali.

Hingga Juni lalu, tingkat inflasi masih terjaga rendah sebesar 1,96 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Luky mengatakan saat ini pertumbuhan ekonomi terkena dampak pandemi dan cenderung menurun. Hal tersebut juga sejalan dengan turunnya permintaan dari masyarakat.

"Jadi kami sudah berhitung dengan BI, insya Allah inflasi sampai dengan akhir tahun ini masih cukup terjaga," ujar Luky.

Selain soal inflasi, ia berujar pemerintah dan BI juga telah memperhitungkan imbas kebijakan burden sharing tersebut terhadap nilai tukar, serta kredibilitas pasar Surat Berharga Negara. Ia yakin risiko-risiko tersebut masih bisa dikendalikan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Surat Keputusan Bersama antara pemerintah dan Bank Indonesia tentang berbagi beban penanganan Covid-19 sudah diteken. "SKB sudah ditandatangani, tetapi kami dengan BI akan terus melihat kalau ada yang perlu ditambahkan, SKB I dan II sudah ditandatangani dan sudah operasional," ujar dia dalam konferensi video, Senin, 20 Juli 2020.

Skema pelaksanaan SKB II ini pada sektor public goods atau public benefit sebesar Rp 367 triliun akan dilakukan melalui private placement. "Bukan lewat lelang biasa. Tapi nanti sesuai kebutuhan kami akan mengajukan ke BI, kemudian diterbitkan SBN dan dibeli oleh BI," ujar Luky. Sementara, untuk non-public goods akan menggunakan mekanisme pasar biasa.

Sebelumnya, sejumlah pihak telah mewanti-wanti adanya risiko meningkatnya laju inflasi akibat kebijakan tersebut. Pasalnya skema ini akan membuat bank sentral mengucurkan dana jumbo dan berpotensi memicu peningkatan jumlah uang beredar di masyarakat.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual mengatakan risiko itu bisa terjadi apabila dosis pelaksanaan kebijakan tersebut berlebihan. "Ada risiko kalau dosis monetisasi ini berlebihan akan berdampak kepada inflasi dalam jangka panjang," kata dia, 7 Juli 2020.

Menurut David, kondisi inflasi yang masih rendah seperti saat ini berpotensi berbalik arah apabila upaya pengendalian inflasi tidak cukup optimal. Ia meminta pemerintah mengutamakan ketersediaan barang dan produksi dalam negeri.

Ekonom Institute for Development of Economics ad Finance Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan peningkatan laju inflasi bisa terjadi pada paruh kedua 2020. "Ini akan menjadi blunder pada daya beli masyarakat. Yang paling harus diwaspadai adalah dari sisi inflasi bahan pangan," kata dia.

Pemerintah dan Bank Indonesia juga diminta berhati-hati dalam menjalankan skema bagi beban, khususnya dalam rangka menjaga tingkat independensi bank sentral, yang berpengaruh besar terhadap tingkat kepercayaan investor. "Muara akhirnya ke kurs rupiah. Kalau ada distrust, rupiah bisa melemah dalam jangka waktu yang panjang."

CAESAR AKBAR | GHOIDA RAHMAH

Berita terkait

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

5 jam lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

1 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

2 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

2 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

2 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

3 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

3 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

3 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

4 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

5 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya