Bos LPS Beberkan Alasan BI Tak Dilibatkan Selamatkan Bank Sakit
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 11 Juli 2020 07:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS Halim Alamsyah blak-blakan menjelaskan alasan tak dilibatkannya Bank Indonesia (BI) dalam menyelamatkan bank yang kurang sehat.
Halim memaparkan, sesuai dengan Undang-undang Bank Indonesia, kewenangan lembaga tersebut terbatas pada membantu likuiditas bank sehat. Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) Bank Indonesia hanya bisa diberikan kepada bank sehat.
Sementara itu, kewenangan LPS untuk melakukan penempatan dana pada bank yang kurang sehat berlaku hanya pada saat kondisi tidak normal seperti saat ini. Penempatan dana LPS pun hanya berlaku sementara.
Langkah LPS ini, menurut Halim, tidak menyasar penyelamatan satu atau dua bank. Namun, dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan. "Jadi, coba tanya ke Bank Indonesia, bisa tidak berikan bantuan pinjaman ke bank bermasalah," katanya, Jumat malam, 10 Juli 2020.
Halim menegaskan penempatan dana yang dilakukan LPS juga memiliki proses. Bahkan, tidak semua bank eligible dalam mendapatkan bantuan likuiditas tersebut.
<!--more-->
Bila ada masalah dalam tata kelola bank ataupun tidak patuh pada ketentuan OJK, juga menjadi pertimbangan LPS dalam memberikan penempatan dana. "LPS berikan penempatan dana pada bank yang mengalami masalah keuangan, dan masalah keuangan kalau dibiarkan bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan dan ini sifatnya hanya sementara," katanya.
Lebih jauh Halim menyebutkan, LPS tidak bisa membantu penyelamatan bank melebihi ketentuan 30 persen dari total kekayaan. Artinya, dari aset senilai Rp 128 triliun, LPS hanya bisa menyisihkan dana senilai Rp 38,4 triliun untuk menempatkan dana pada bank. "Kami tidak bisa lebih dari itu."
Saat ini, menurut Halim, likuiditas LPS relatif tidak bertumbuh karena ada pemberian keringanan pada bank dalam menyetorkan premi. Namun, kenaikan likuiditas LPS bisa datang dari hasil investasi yang dilakukan.
Soal ketentuan likuiditas LPS minimal telah diatur dalam PP 49/2017. Beleid itu mengatur tentang Surplus dan Tingkat Likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan Serta Pinjaman dari Pemerintah kepada Lembaga Penjamin Simpanan.
Setiap enam bulan sekali, LPS menyampaikan kebutuhan likuiditas dan akan ditangani pemerintah jika terjadi di bawah treshold. "LPS bisa ajukan pinjaman, dalam konteks Perppu 1/2020, pemerintah bisa terbitkan surat berharga negara dijual ke Bank Indonesia dan uangnya kan digunakan untuk tambah kebutuhan likuiditas ketika bank-bank bermasalah," kata Halim.
BISNIS