Obligasi Kian Riskan, Pefindo: Jangan Ada Default Besar-besaran

Reporter

Caesar Akbar

Editor

Rahma Tri

Jumat, 10 Juli 2020 19:00 WIB

Pefindo Biro Kredit Beroperasi Akhir 2016

TEMPO.CO, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengungkapkan bahwa profil risiko di pasar obligasi korporasi meningkat akibat pandemi Covid-19. Hal tersebut tercermin dari aksi Pefindo yang memangkas dan menurunkan rating sejumlah emiten.

Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra mengatakan, peningkatan profil risiko obligasi tersebut terjadi hampir di semua sektor. Hanya ada beberapa sektor yang peningkatan risiko surat utangnya tidak begitu signifikan. Kendati demikian, ia tidak memperinci sektor-sektor yang dimaksud.

"Masalahnya, mungkin yang sangat mengkhawatirkan kita semua, adalah jangan sampai terjadi default besar-besaran," ujar Salyadi dalam konferensi video, Jumat, 10 Juli 2020.

Salyadi mengatakan, saat ini Pefindo telah memangkas dan menurunkan rating sejumlah emiten. Bahkan, ada emiten yang outlooknya negatif pada tahun ini. Pada industri perbankan misalnya, perubahan banyak terjadi pada Bank Buku II dan Buku III. Namun, untuk Bank Buku IV, ujar Salyadi, ratingnya tidak banyak berubah.

Kondisi serupa juga terjadi pada industri multifinansial. "Intinya begini, kalau kita melihatnya shareholders-nya siapa dulu. kalau multifinance dipegang institusi yang sangat kuat saya rasa memang dari segi bisnis tidak ada yang tidak terpengaruh, tapi dari segi rating itu tidak serta merta ratingnya akan turun karena dukungan shareholdersnya masih cukup kuat," ujar Salyadi.

Senada dengan Salyadi, Direktur Pemeringkatan Pefindo Hendro Utomo membenarkan adanya peningkatan profil risiko di industri keuangan, khususnya perbankan dan pembiayaan non-bank. Pasalnya, dalam kondisi pandemi ini, penyaluran pembiayaan baru mengalami penurunan cukup tajam. Di sisi lain, penerimaan arus kas dari kredit yang telah disalurkan juga berpotensi menurun karena restrukturisasi.

"Kami menekankan dampak terhadap rating adalah di likuiditas perusahaan tersebut. Dan memang dari pengamatan kami, khususnya untuk perusahaan yang misalnya tergabung dalam grup usaha yang kuat, umumnya memiliki bantalan likuiditas yang cukup memadai. Sehingga, walaupun mereka juga terdampak oleh pandemi, namun tidak sampai mengurangi kemampuan dalam membayar kewajiban jatuh tempo," ujar Hendro.

Berita terkait

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Aprisindo: Pengetatan Impor Mempersulit Industri Alas Kaki

16 jam lalu

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Aprisindo: Pengetatan Impor Mempersulit Industri Alas Kaki

Asosiasi Persepatuan Indonesia menanggapi tutupnya pabrik sepatu Bata. Pengetatan impor mempersulit industri memperoleh bahan baku.

Baca Selengkapnya

OCBC NISP Cetak Laba Bersih Rp 1,17 Triliun di kuartal I 2024

4 hari lalu

OCBC NISP Cetak Laba Bersih Rp 1,17 Triliun di kuartal I 2024

PT Bank OCBC NISP Tbk. mencetak laba bersih yang naik 13 persen secara tahunan (year on year/YoY) menjadi sebesar Rp 1,17 triliun pada kuartal I 2024.

Baca Selengkapnya

Hilirisasi Banyak Dimodali Asing, Bahlil Sentil Perbankan

6 hari lalu

Hilirisasi Banyak Dimodali Asing, Bahlil Sentil Perbankan

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia buka suara soal dominasi penanaman modal asing (PMA) atau investasi asing ke sektor hilirisasi di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

7 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

9 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

12 hari lalu

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

Riset menyatakan bahwa preferensi konsumen belanja offline setelah masa pandemi mengalami kenaikan hingga lebih dari 2 kali lipat.

Baca Selengkapnya

Meski Sama-sama Entitas Perbankan Ketahui 6 Perbedaan BPR dan Bank Umum

15 hari lalu

Meski Sama-sama Entitas Perbankan Ketahui 6 Perbedaan BPR dan Bank Umum

Bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank umum merupakan dua entitas keuangan yang memberikan layanan perbankan. Apa perbedan keduanya?

Baca Selengkapnya

OJK Cabut Izin Usaha 10 BPR hingga April 2024, Ini Sebabnya

16 hari lalu

OJK Cabut Izin Usaha 10 BPR hingga April 2024, Ini Sebabnya

Dalam empat bulan di 2024 ada 10 bank perkreditan rakyat (BPR) yang bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.

Baca Selengkapnya

15 Perusahaan Terbaik untuk Kembangkan Karier Versi LinkedIn, Banyak di Sektor Keuangan

19 hari lalu

15 Perusahaan Terbaik untuk Kembangkan Karier Versi LinkedIn, Banyak di Sektor Keuangan

Jaringan profesional LinkedIn merilis daftar Top Companies 2024 edisi ketiga untuk Indonesia.

Baca Selengkapnya

Bank Indonesia Sebut 176 Ribu Orang Tukarkan Uang Baru Menjelang Idul Fitri

26 hari lalu

Bank Indonesia Sebut 176 Ribu Orang Tukarkan Uang Baru Menjelang Idul Fitri

Bank Indonesia (BI) mencatat total penukaran uang baru mencapai Rp 1,13 triliun per 3 April 2024 atau H-7 Lebaran.

Baca Selengkapnya