Antrean Penumpang KRL Membludak, Kemenhub Tak Tambah Kapasitas
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Dewi Rina Cahyani
Senin, 6 Juli 2020 16:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan memastikan tidak akan menambah kapasitas penumpang kereta rel listrik (KRL) meski jumlah peminatnya semakin meningkat. Kapasitas tersebut masih dipertahankan 45 persen dari total daya angkut.
“Menurut kami, menaikkan kapasitas dalam kondisi angka terinfeksi masih tinggi tiap harinya bukan keputusan yang tepat,” ujar Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, dalam pesannya kepada Tempo, Senin, 6 Juli 2020.
Alih-alih menambah kuota penumpang, Adita mengatakan pemerintah perlu mengatur dan mengawasi kembali pembagian kerja karyawan perusahaan di lingkungan Jabodetabek untuk mengurai antrean sesuai dengan regulasi yang diatur oleh Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Beleid yang dimaksud ialah Surat Edaran Nomor 8 tentang Pengaturan Jam Kerja Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid 19 Wilayah Jabodetabek.
Adita menerangkan, saat ini penerapan pembagian jam kerja atau shift belum maksimal. “Sehingga belum efektif mengurai jam aktivitas masyarakat. Karenanya, penumpang KRL pun masih menumpuk di jam tertentu,” ucapnya. Evaluasi terhadap pembagian jam kerja ini sudah beberapa kali dirundingkan bersama kementerian terkait dan pemerintah setempat bersama Tim Gugus Tugas.
Wali Kota Bogor, Bima Arya, sebelumnya melaporkan penumpukan antrean di Stasiun Bogor melalui akun Instagram pribadinya pada Senin pagi. “Bapak Menteri Perhubungan, @budikaryas dan Gubernur @aniesbaswedan pagi ini warga Bogor harus mengantri selama 1,5-2 jam untuk bisa masuk ke Gerbong.kereta. Bis yang kita siapkan sudah maksimal dan memang tidak bisa jadi solusi permanen,” tuturnya.
Menurut Bima, masalah tersebut terjadi karena jumlah penumpang KRL sudah mendekati angka normal. Sedangkan kapasitas gerbong masih dibatasi 35 persen. Dia mengkritik system pembagian jam kerja yang tidak berjalan.
Selanjutnya, Bima pun meminta pemerintah pusat segera mengambil dua opsi kebijakan. Pertama, pemerintah harus mengevaluasi waktu kerja ideal. Kedua, pemerintah mesti menambah kapasitas gerbong dengan protocol Kesehatan yang lebih ketat. “Pemkot akan gencarkan test swab di stasiun untuk lebih memastikan tingkat kerentanan penularan Covid19 di stasiun,” tuturnya.
Adapun PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah menyampaikan permohonan maafnya kepada masyarakat pengguna layanan KRL atas kejadian tersebut. Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo menjelaskan antrean itu diatur untuk mematuhi kebijakan jaga jarak fisik atau physical distancing, baik di stasiun maupun di dalam kereta.
Didiek menjelaskan, meningkatnya jumlah penumpang KRL dari hari ke hari menyebabkan kepadatan pada jam sibuk tidak dapat dihindari. Pada pagi ini, misalnya, KAI mencatat jumlah pelanggan KRL yang dilayani hingga pukul 10.00 mencapai 166.044 orang atau meningkat 7 persen dibanding periode yang sama pada hari Senin pekan lalu.
"KAI mengimbau agar masyarakat menghindari jam sibuk untuk berangkat ke DKI Jakarta menggunakan KRL. Pantau terus sosial media @commuterline dan aplikasi KRL Access untuk mengetahui kondisi antrean di sejumlah stasiun pemberangkatan," ujar Didiek.
Didiek juga meminta agar seluruh Instansi, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, dan swasta untuk mengatur jam kerja pegawainya agar kepadatan di KRL dapat dikurangi. Dengan adanya pengaturan jam kerja, pelayanan kepada pelanggan KRL di stasiun dan kereta akan lebih maksimal.
Lebih lanjut, Didiek mengklaim bahwa KAI sudah maksimal mengoperasikan KRL. Adapun jumlah kereta yang dioperasikan terdaftar sebanyak 947 perjalanan atau mencapai 95 persen dari 991 perjalanan reguler yang dijalankan pada masa normal sebelum pandemi. Didiek pun berharap ada relaksasi terkait batas kapasitas angkut KRL dari Kementerian Perhubungan hingga 60 persen.