Politikus Ekspor Benih Lobster, Edhy Prabowo: Koperasi pun Boleh
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 6 Juli 2020 12:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjelaskan proses pemberian izin benih lobster kepada perusahaan eksportir yang diduga terafiliasi dengan kader-kader partai politik. Edhy mengatakan Kementerian saat ini membuka kesempatan bagi seluruh pihak, baik perusahaan maupun koperasi.
“Masalah siapa yang diajak, kami enggak membatasi. Koperasi juga boleh diajak,” tutur Edhy dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Senin, 6 Juli 2020.
Edhy menjelaskan, saat ini terdapat 31 perusahaan yang telah mengajukan izin ekspor kepada Kementerian. Sebanyak 26 perusahaan telah memperoleh izin dan sisanya masih dalam proses verifikasi.
Menurut Edhy, ekspor benih lobster akan didorong sebagai sektor baru yang akan menghasilkan nilai ekonomi. Hingga kini, dia mengklaim sebanyak 10 ribu nelayan telah tergabung dalam pembudidayaan lobster dan angka ini diharapkan terus meningkat.
Majalah Tempo edisi 6 Juli 2020 mengulas sejumlah fakta di balik giat ekspor benur lobster. Dalam kegiatan pembukaan ekspor benih lobster, KKP dilaporkan telah memberikan izin kepada 30 perusahaan yang terdiri atas 25 perseroan terbatas atau PT, tiga persekutuan komanditer alias CV, dan dua perusahaan berbentuk usaha dagang atau UD. Penelusuran Tempo menemukan 25 perusahaan itu baru dibentuk dalam waktu 2-3 bulan ke belakang berdasarkan akta.
Di samping itu, sejumlah kader partai diduga menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan ini. Pada PT Royal Samudera Nusantara, misalnya, tercantum nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama. Bahtiar merupakan Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbow Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra. Tiga eksportir lainnya juga terafiliasi dengan partai yang sama. Ada pula nama Fahri Hamzah, mantan Wakil Ketua DPR, sebagai pemegang saham salah satu perusahaan dan nama lain dari Partai Golkar.
Muncul juga nama Buntaran, pegawai negeri sipil (PNS) yang dipecat pada era Menteri Susi Pudjiastuti. Dia terlibat perkara penyelundupan benih dan pencucian uang sehingga divonis 10 bukan penjara.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK segera mengusut proses pemberian izin ekspor benih lobster tersebut. Dia menilai izin ini berkaitan dengan konflik kepentingan.
“KPK juga harus menghentikan kegiatan ekspor benih lobster setidaknya untuk sementara sambil menunggu hasil kajian yang dilakukan Tim KPK,” ujar Boyamin.
Menurut Boyamin, semestinya izin ekspor bayi lobster tidak pernah dibuka karena merugikan nelayan. Musababnya, nelayan akan memperoleh nilai beli sangat kecil dan kegiatan ini hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu dan pemodal skala besar.
“Jika terpaksa izin ekspor benih lobster, harus diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat dan perusahaan yang di daerah sehingga akan merata,” katanya. Ia mengimbuhkan, KPK harus memperlakukan kasus ekspor lobster seperti kajian Kartu Prakerja yang untuk sementara disetop untuk kajian mendalam.
FRANCISCA CHRISTY | MAJALAH TEMPO