Mitra pengemudi Grab akan dilengkapi dengan partisi plastik sebagai pemisah antara pengemudi dan penumpang saat pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlaku. (HO/Grab Indonesia)
TEMPO.CO, Jakarta - Manamejem PT Solusi Transportasi Indonesia alias Grab Indonesia dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) akan mengambil langkah hukum ke pengadilan negeri dalam waktu dekat setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU memutus bersalah kedua perusahaan atas kasus diskriminasi mitra.
"Kami akan mengajukan permohonan keberatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," tutur Kuasa Hukum Grab Indonesia, Hotman Paris, melalui lembar keterangannya, Jumat, 3 Juli 2020.
Majelis KPPU sebelumnya menyatakan Grab dan TPI telah melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 (d) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam amar putusannya, KPPU memberikan sanksi denda Rp 7,5 miliar untuk pelanggaran Pasal 14 dan Rp 22,5 miliar atas Pasal 19(d). Sedangkan TPI dikenakan denda Rp 4 miliar dan Rp 15 miliar atas dua pasal tersebut.
Hotman menilai, putusan KPPU merupakan preseden buruk. Musababnya, dalam persidangan beberapa watu lalu, koperasi mitra Grab yang merupakan pesaing TPI menyatakan bahwa perusahaan tidak pernah melakukan diskriminasi.
Di samping itu, Hotman memandang putusan dengan denda yang fantastis yang dibebankan saat masa pandemi tidak mempertimbangkan landasan hukum yang jelas. Padahal, kata dia, perusahaan yang merupakan kliennya itu saat ini merupakan salah satu sektor yang sangat terdampak imbas Covid-19.
Hotmen mengatakan putusan KPPU dapat menyurutkan minat investior asing untuk menanamkan modal di Indonesia lantaran putusan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Selain itu, Hotman meminta Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengevaluasi kinerja KPPU.
Kasus Grab dan TPI terdafar dalam perkara Nomor 13/KPPU-I/2019. Pengusutan kasus tersebut berawal dari inisiatif KPPU dan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan mengenai dugaan pelanggaran integrasi vertikal (Pasal 14), tying-in (Pasal 15 ayat 2), dan praktek diskriminasi (Pasal 19 huruf d).
Pada awal pengusutan perkara, KPPU menduga telah terjadi beberapa pelanggaran persaingan usaha melalui order prioritas yang diberikan GRAB (Terlapor I) kepada mitra pengemudi di bawah TPI (Terlapor II). Komisi mensinyalir kasus ini berkaitan dengan rangkap jabatan kedua perusahaan tersebut.
Dalam proses persidangan, Majelis Komisi yang dipimpin oleh Dinni Melanie menilai bahwa perjanjian kerja sama penyediaan jasa dalam hal ini Grab dan TPI bertujuan untuk menguasai produk jasa penyediaan aplikasi angkutan sewa khusus berbasis teknologi di Indonesia.
Poin yang disebut dalam persidangan, Grab telah memberikan order prioritas, masa suspend, dan fasilitas lainnya. Kondisi ini pun disinyalir mengakibatkan terjadinya penurunan persentase jumlah mitra dan penurunan jumlah orderan dari pengemudi mitra non-TPI.
Majelis Komisi menilai tidak ada upaya tying-in yang dilakukan Grab terhadap jasa yang diberikan oleh TPI. Praktik tersebut juga telah mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.