Jokowi Kesal Belanja Anggaran Kesehatan Lamban, Ini Kata Kemenkes
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 29 Juni 2020 12:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengkritik sejumlah menteri dan kepala lembaga yang tak bergerak cepat membelanjakan anggaran sehingga penanganan pandemi Covid-19 dan perbaikan ekonomi tak segera terlihat hasilnya. Secara spesifik ia mencontohkan anggaran di bidang kesehatan sebesar Rp 75 triliun, tapi yang cair tak sampai 2 persen.
Dana Rp 75 triliun ini adalah anggaran yang untuk alokasi belanja penanganan virus corona. "Bidang kesehatan itu dianggarkan Rp 75 triliun, baru keluar 1,53 persen coba. Uang beredar di masyarakat direm ke situ semua. Segera itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran, sehingga 'men-trigger' ekonomi," ujar Jokowi dalam video yang ditayangkan di channel Youtube Sekretariat Presiden pada hari ini Ahad petang, 28 Juni 2020.
Tak hanya itu, Jokowi juga meminta agar para menteri mempercepat belanja kementerian untuk menstimulus aktivitas ekonomi masyarakat. "Saya melihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat akan naik," kata Presiden Jokowi, saat menyampaikan arahan dalam sidang kabinet paripurna, di Istana Negara pada 18 Juni 2020.
Terkait anggaran bidang kesehatan yang disebutkan Jokowi tersebut, Kementerian Kesehatan mengklarifikasi keterlambatan pencairan dana insentif bagi tenaga medis. Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Abdul Kadir menuturkan, pemerintah menganggarkan dana insentif bagi tenaga medis sebesar Rp 5,6 triliun.
Dari jumlah itu, Rp 3,7 triliun di antaranya dikelola oleh Kementerian Keuangan sebagai dana transfer daerah dalam bentuk dana tambahan bantuan operasional kesehatan (BOK). Sisanya sebesar Rp 1,9 triliun dikelola oleh Kemenkes yang di dalamnya termasuk dana santunan kematian tenaga kesehatan sebanyak Rp 60 miliar.
Menurut Abdul, keterlambatan pencairan dana dikarenakan terlambatnya usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah. Hal itu terjadi karena usulan tersebut harus diverifikasi di internal fasilitas pelayanan kesehatan kemudian dikirim ke Kemenkes.
“Alurnya terlalu panjang, sehingga membutuhkan waktu untuk proses transfer ke daerah. Keterlambatan pembayaran juga disebabkan antara lain karena lambatnya persetujuan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran oleh Kementerian Keuangan,” kata Abdul, Senin, 29 Juni 2020.
Oleh karena itu, kata Abdul, untuk memudahkan proses pembayaran, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah merevisi Permenkes Nomor 278 Tahun 2020. Dengan begitu, verifikasi data dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah yang sebelumnya menjadi wewenang Kemenkes dilimpahkan ke Dinas Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Kementerian Kesehatan hanya akan melakukan verifikasi untuk usulan pembayaran insentif tenaga kesehatan dari RS vertikal, RS TNI dan Polri, RS Darurat dan RS swasta. "Kemenkes juga akan memverifikasi usulan dari Kantor Kesehatan Pelabuhan, laboratorium dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan," kata Abdul.
Abdul menjelaskan, dari dana Rp 1,9 triliun yang dikelola Kemenkes, sampai saat ini telah dibayarkan sebesar Rp 226 miliar bagi 25.311 orang tenaga medis. “Jumlah ini dari target 78.472 orang tenaga kesehatan. Artinya sudah hampir 30 persen dari target. Sementara, untuk dana santunan kematian telah dibayarkan sebesar Rp 14,1 miliar kepada 47 orang penerima,” ucapnya.