Pemerintah Seleksi Ketat Penyaluran Dana Bantuan Likuiditas
Reporter
Ghoida Rahmah
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 23 Juni 2020 13:33 WIB
Kekhawatiran akan risiko gagal bayar pinjaman likuiditas itu tak berlebihan, mengingat sebelumnya pemerintah pernah menghadapi kasus penyelewengan dana dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada krisis moneter 1998. Kala itu, bank sentral menyetujui pemberian bantuan likuiditas kepada sejumlah bank yang mengalami masalah keuangan dan berdampak ke sistem keuangan nasional atau masuk dalam kategori bank sistemik.
Namun, aliran likuiditas itu juga disalahgunakan oleh sejumlah pihak dalam proses penyaluran dan penerimaan dananya, yang kemudian menyebabkan kerugian negara hingga Rp 4,58 triliun.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani mengatakan salah satu risiko yang mengintai adalah potensi terjadi konflik kepentingan dalam penerapan skema bank jangkar. “Ada kecenderungan pilih kasih, bisa saja bank jangkar pilih-pilih bank pelaksananya dengan potensi ada ‘kesepakatan dari beberapa pihak’, sehingga memicu conflict of interest,” ucapnya.
Aviliani menambahkan kepekaan OJK sebagai pengawas perbankan harus terus ditingkatkan, dengan sistem deteksi krisis yang ketat. “OJK harus memutuskan mana bank yang masih punya kemampuan sehingga layak dibantu dan mana yang tidak, jadi sesuai kebutuhan dan tidak ada orang yang memanfaatkan untuk kepentingan tertentu dalam situasi genting ini,” ujarnya.