Faisal Basri Kritik Pengesahan Revisi UU Minerba: Nekat
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Dewi Rina Cahyani
Rabu, 13 Mei 2020 13:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Faisal Basri menilai langkah Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Revisi Undang-undang Mineral dan Batu Bara di tengah wabah Covid-19 adalah untuk menyelamatkan para pengusaha batu bara.
Khususnya, kata Faisal, langkah tersebut adalah untuk menyelamatkan kontrak karya bernilai besar yang konsesinya segera berakhir. "Mereka tidak sempat menunggu Omnibus Law maka secara nekat diundangkan ini," ujar dia dalam diskusi daring, Rabu, 13 Mei 2020.
DPR akhirnya telah menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi undang-undang. Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna DPR pada Selasa, 12 Mei 2020.
Keputusan ini disetujui oleh delapan fraksi yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PKS, PAN, dan PPP. Hanya satu fraksi yang menolak pengesahan itu, yaitu Partai Demokrat.
Mewakili Presiden Joko Widodo, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan rasa terima kasih kepada DPR yang telah menyetujui RUU Minerba sebagai undang-undang. Ia berharap beleid itu akan menjawab permasalahan pertambangan mineral dan batu bara pada masa mendatang.
Kritik soal UU Minerba sebelumnya juga pernah dilontarkan Faisal Basri sebelum pengesahan beleid tersebut. Faisal menilai Revisi Undang-undang itu hanya akan memberikan keuntungan kepada para pengusaha batubara tanah air.
"Ini ibarat karpet merah yang membentang di tempat yang sama dengan Omnibus Law, jadi karpet merahnya bertumpuk dan lebih empuk bagi yang menapakinya," ujar dia dalam diskusi daring, Rabu, 15 April 2020.
Salah satu poin kemudahan yang ia soroti antara lain adalah berkaitan dengan perpanjangan kontrak. Dengan revisi beleid itu, Faisal melihat ada pasal yang membuat perpanjangan kontrak tidak lagi perlu lewat lelang. Di samping itu, beleid ini juga disebut bakal membuat pengajuan perpanjangan kontrak diperpanjang dari dua tahun menjadi lima tahun.
Persoalan batubara, menurut Faisal, sebenarnya menjadi salah satu agenda dalam Omnibus Law. Namun, ia melihat dengan nasib rancangan beleid itu yang masih tanda tanya di tengah mewabahnya Virus Corona ini, RUU Minerba menjadi pelapis bila Omnibus Law belum gol di periode ini. "Sekarang karpet merah digelar lagi, ditumpuk, dengan adanya RUU minerba inisiatif DPR."
Faisal melihat keinginan sejumlah kalangan akan terbitnya revisi beleid ini berkaitan dengan akan akan habisnya enam kontrak karya di sepanjang periode 2020-2025. Enam perusahaan ini, tutur dia, adalah perusahaan besar yang menguasai hampir 70 persen produksi nasional. "Jadi ada kedaruratan memang."
Namun demikian, Faisal kurang sepakat dengan langkah dewan menggeber pembahasan revisi beleid itu. Ketimbang itu, ia lebih mendukung pemerintah mengembalikan dan mengutamakan konsistensi penerapan UU Minerba yang sebelumnya telah berlaku.
CAESAR AKBAR | EKO WAHYUDI